Puasa Ramadhan merupakan kewajiban setiap muslim yang telah mencukupi syarat dan rukun.
Dalam puasa wajib seperti puasa Ramadhan, qada, dan nazar, seseorang harus berniat di malam hari sebelum terbit fajar.
Berbeda halnya puasa sunnah yang memiliki fleksibilitas lebih besar, di mana seseorang boleh berniat di malam atau bahkan siang harinya.
Niat menjadi salah satu rukun yang wajib dilakukan setiap muslim yang hendak berpuasa khususnya puasa di bulan Ramadhan yang akan segera tiba, sahnya puasa Ramadhan tidak terlepas dari adanya niat malam hari dari tenggelamnya matahari sampai sebelum terbitnya fajar.
Sebagaimana hadis Nabi SAW:
“Barang siapa yang tidak berniat puasa di malam hari sebelum terbitnya fajar, maka tidak ada puasa baginya.”(HR. Abu Daud, at Tirmidzi, an Nasa’i, Ibnu Majah dan Ahmad).
Sebagai langkah prefentif untuk berjaga-jaga agar puasa tetap sah ketika suatu saat lupa tidak niat ataupun ketiduran dan belum sempat berniat puasa, sebaiknya pada hari pertama bulan Ramadhan berniat taqlid (mengikut) pada Imam Malik yang memperbolehkan niat puasa Ramadhan hanya pada permulaan saja.
Di Indonesia, pendapat Malikiyah ini banyak diadopsi, meskipun penduduknya mayoritas penganut mazhab Syafi’i.
Hal ini, tentu di bawah bimbingan para kiai dan masyayikh, salah satunya dengan merujuk kalam Pengasuh Pondok Pesantren Lirboyo Kediri KH A Idris Marzuqi di dalam karyanya Sabil al-Huda yang berisikan himpunan wadhifah dan amaliah.
“Untuk berjaga-jaga agar puasa tetap sah ketika suatu saat lupa niat, sebaiknya pada hari pertama bulan Ramadhan berniat taqlid (mengikut) pada Imam Malik yang memperbolehkan niat puasa Ramadhan hanya pada permulaan saja, dan adanya cara tersebut bukan berarti membuat kita tidak perlu lagi niat di setiap harinya, tetapi cukup hanya sebagai jalan keluar ketika benar-benar lupa,” demikian bunyi kalam KH A Idris Marzuqi dalam Kitab Sabil al-Huda, halaman 51.
Menurut Mazhab Maliki, kita cukup niat puasa untuk sebulan penuh pada malam pertama Ramadhan. Sehingga tidak perlu memperbarui niat di setiap harinya, dengan alasan puasa Ramadhan itu merupakan satu kesatuan ibadah. (Yusuf Al-Qaradlawi, Fiqh al-Shiyam, hal. 84).
Maka dari itu, sebagai bentuk kehati-hatian dan antisipasi jika kita lupa atau ketiduran, kita boleh mengikuti pendapat Imam Malik untuk berniat sebulan penuh, kemudian sebagaimana pendapat Mazhab Syafii, kita juga harus membiasakan diri untuk selalu berniat puasa di setiap malam bulan Ramadhan yang biasanya ini dilakukan setiap selesai shalat tarawih atau ketika makan sahur.
Adapun bacaan niat puasa Ramadhan, sebagai berikut:
نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ فَرْضِ شَهْرِ رَمَضَانَ هَذِهِ السَّنَةِ لِلّٰهِ تَعَالَى
Artinya: “Aku niat berpuasa esok hari untuk menunaikan kewajiban puasa bulan Ramadhan tahun ini, karena Allah Ta’ala”
Sementara niat puasa untuk satu bulan penuh, sebagai berikut:
نَوَيْتُ صَوْمَ جَمِيْعِ شَهْرِ رَمَضَانِ هَذِهِ السَّنَةِ تَقْلِيْدًا لِلْإِمَامِ مَالِكٍ فَرْضًا لِلهِ تَعَالَى
Artinya: “Aku niat berpuasa sepanjang bulan Ramadhan tahun ini dengan mengikuti Imam Malik, karena Allah Ta’ala”
Adanya cara tersebut bukan berarti membuat kita tidak perlu lagi niat di setiap harinya, tetapi untuk antisipasi sebagai jalan keluar ketika benar-benar lupa atau ketiduran.
Kendati telah membaca niat puasa Ramadhan sebulan penuh, umat Islam tetap dianjurkan untuk membaca niat di hari-hari berikutnya. Bacaan niat sebulan penuh dilakukan sebagai langkah antisipasi bilamana di kemudian hari lupa niat, puasanya tetap sah dan bisa diteruskan. Sebab dicukupkan dengan niat puasa sebulan penuh di awal Ramadhan.