Tradisi Ruwat Air Semeru, Bagaimana Pandangan NU?

oleh -dibaca 2167 orang
Tradisi Ruwat Air Semeru di Candipuro untuk memeringati 1 Muharram (Foto: Rokhmad, nu-lumajang.or.id)

NU-LUMAJANG.OR.ID, Candipuro. Tradisi di Indonesia ibarat dua sisi uang koin yang tidak mungkin dipisahkan, apalagi Indonesia tercatat sebagai salah satu negara dengan jumlah suku bangsa dan bahasa terbanyak sebagaimana dikutip dari okezone.com edisi Kamis 14 April 2022, salah satunya tradisi Suro atau Muharram di Kabupaten Lumajang.

Sebagaimana yang dilakukan oleh ribuan warga di Lereng Gunung Semeru yakni warga Desa Penanggal dan Desa Sumbermujur di Kecamatan Candipuro Lumajang.

Dua desa yang terletak di lereng timur gunung tertinggi di Pulau Jawa itu menggelar ritual ruwat air atau selamatan sumber mata air yang bersumber langsung dari Gunung Semeru.

“Ini adalah kegiatan rutin sebagai bentuk rasa syukur kami masyarakat Desa Penanggal atas melimpahnya hasil bumi yang juga momen kita berdoa bersama kepada Allah SWT agar selalu terhindar dari ancaman bahaya erupsi maupun banjir lahar dari Gunung Semeru,” ungkap Kepala Desa Penanggal, Cik Ono saat dikonfirmasi nu-lumajang.or.id, Rabu (19/07/2023).

BACA JUGA:   Kisah Jabir bin Abdullah dan Bejana Ajaib

Tak jauh berbeda, Kepala Desa Sumbermujur Yayuk Sri Rahayu juga menjelaskan jika tradisi ruwat air atau selamatan sumber mata air ini telah rutin digelar.

Sebab, dalam momen ini warga bisa saling bersedekah atas hasil bumi mereka kepada warga lain yang kebetulan membutuhkan.

“Gunungan hasil bumi yang di sini (Sumbermujur) sekitar 28 mas yang nanti setelah didoakan akan diberikan kepada siapapun yang membutuhkan,” ujarnya.

Lalu, bagaimanakah pandangan NU terhadap tradisi ini?

Ketua Lembaga Seniman dan Budayawan Muslimin Indonesia (Lesbumi) PCNU Lumajang, Zainul Arifin menjelaskan jika tradisi itu merupakan hal yang biasa dilakukan di Indonesia, tradisi selamatan ini adalah bentuk rasa syukur dan upaya memeriahkan kedatangan tahun baru Islam 1445 Hijriyah.

“Selagi tidak melanggar dan bertentangan dengan syariat, tentu tradisi dan kebudayaan itu perlu dilestarikan mas,” ungkapnya saat dikonfirmasi nu-lumajang.or.id.

BACA JUGA:   Musim Haji, Momen Tepat Kenang Kiprah Mbah Wahab

Lebih lanjut pria yang berprofesi sebagai dosen itu menjelaskan jika di bulan Muharrom banyak peristiwa penting bagi umat Islam, salah satunya adalah wafatnya cucu Rasulullah Muhammad SAW yakni Sayidina Husein bin Ali bin Abi Thalib hingga peristiwa diselamatkannya para Nabi seperti Nabi Yunus diselamatkan dari perut ikan, Nabi Nuh diselamatkan dari banjir, Nabi Ibrahim diselamatkan dari pembakaran Raja Namrud dan Nabi Musa diselamatkan dari kejaran Firaun.

“Intinya, bulan ini termasuk bulan yang dimuliakan, karena banyak kisah yang harus selalu kita ingat sebagai pelajaran hidup di dunia,” pungkasnya.

Sebagaimana dikutip dari Republika.co.id edisi selasa 18 Juli 2023. Rasulullah Muhammad SAW, sebagaimana diriwayatkan oleh Bukhori Muslim bersabda:

عن أبي بكرة رضي الله عنه أن رسول الله صلى الله عليه وسلم خطب في حجَّة الوداع، فقال في خطبته: ((إِنَّ ال زَّمَانَ قَدِ اسْتَدَارَ كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ خَلَقَ اللَّهُ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ السَّنَةُ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ثَلاَثَةٌ مُتَوَالِيَاتٌ ذُو الْقَعْدَةِ وَذُو الْح ِجَّةِ وَالْمُحَرَّمُ وَرَجَبٌ شَهْرُ مُضَرَ الَّذِي بَيْنَ جُمَادَى وَشَعْبَانَ)).

BACA JUGA:   Sejarah Kyai Adnan Syarif Ciptakan Sholawat Uhudiyah saat Hari Tasyrik

“Sesungguhnya waktu telah berputar sebagaimana mestinya, hal itu ditetapkan pada hari Allah menciptakan langit dan bumi. Dalam setahun ada dua belas bulan, di antaranya ada empat bulan yang mulia. Tiga darinya berturut-turut, yaitu Dzul Qaidah, Dzul Hijjah, Muharram, dan Rajab yang biasa diagungkan Bani Mudlar yaitu antara Jumadil tsani (Jumadil Akhir) dan Sya’ban.” (HR Bukhari)

“Sudah jelas mas, baik dalam Qur’an maupun Hadits Nabi Rasulullah Muhammad SAW bahwa bulan Muharram, Dzulkaidah, Dzulhijah, Muharram, dan Rajab adalah bulan yang dimuliakan dalam Islam,” tegas Katib PCNU Lumajang, KH. Labibul Wildan.

Oleha karena itu, sejak tanggal satu hingga sepuluh Muharram kita dianjurkan untuk meningkatkan keimanan dengan tafakkur, berdzikir dan muhasabah diri.