Tinggal menghitung hari lagi untuk memasuki bulan suci Ramadhan, bulan yang dinanti-nanti seluruh umat muslim dunia.
Selain sebagai momen sakral untuk umat Muslim agar bertaqorrub (mendekatan diri) kepada Allah dengan memperbanyak ibadah, di bulan ini juga terdapat banyak rahmat yang Allah berikan kepada hamba-hamba-Nya, oleh karena itu, tidak heran bilamana umat Islam sangat berbahagia menyambut kedatangan bulan yang satu ini.
Namun, masyarakat masih merasakan kesulitan dalam melafalkan niat puasa di bulan Ramadhan. Sebagaimana ibadah-ibadah lain, niat menjadi rukun yang mesti dilakukan dalam puasa Ramadhan.
Niat adalah iktikad tanpa ragu untuk melaksanakan sebuah perbuatan, kata kuncinya adalah adanya maksud secara sengaja bahwa setelah terbit fajar ia akan menunaikan puasa.
Meski niat adalah urusan hati, melafalkannya (talaffudh) akan membantu seseorang untuk menegaskan niat tersebut, talaffudh berguna dalam memantapkan iktikad karena niat terekspresi dalam wujud yang konkret, yaitu bacaan atau lafal.
Titik kesulitan umumnya terletak pada lafal ramadhan (رَمَضَان) dan sanah (سَنَة). Apakah lafal ramadhan (رَمَضَان) dibaca na (نَ) atau ni (نِ)? Demikian pula lafal sanah (سَنَة), apakah dibaca ta (ةَ) atau ti (ةِ)? Maka seseorang perlu memperhatikan cara mengucapkannya.
Lafal niat puasa Ramadhan berupa bahasa Arab yang dalam perspektif ilmu nahwu memiliki struktur kalimat yang kompleks seperti subyek (فاعل), obyek (مَفعول به), keterangan waktu (ظرف الزمان), sikap (حال), dan rangkaian kata (idlafah = إضافة yang berupa mudlaf + mudlaf ilaih = مضاف ومضاف إليه), serta terdiri atas kata kerja (فعل) dan isim (اسم) sehingga perlu diperhatikan cara melafalkannya secara cermat dan tepat agar sesuai dengan kaidah bahasa Arab.
Jika dipergunakan ‘kacamata’ ilmu nahwu (kaidah bahasa Arab) maka terdapat tiga varian bacaan dalam melafalkan niat puasa, yaitu:
Varian 1:
Kata ramadhan (رَمَضَان) dibaca na (نَ) dan kata sanah (سَنَة) dibaca ta (ةَ)
نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ فَرْضِ شَهْرِ رَمَضَانَ هٰذِهِ السَّنَةَ فَرْضًا لِلّٰهِ تَعَالَى
Kata ramadhan (رَمَضَان) berposisi sebagai mudhaf ilaih (مضاف إليه) merupakan bagian terakhir dari tarkib idhafah atau frase ada` fardhi syahri ramadhan (أداء فرض شهر رمضان), maka dibaca jar atau majrur (مجرور) dengan tanda baca (alamat) fathah (فتحة), dibaca na (نَ) karena merupakan isim ghair munsharif (الاسم غير المنصرف).
Kata sanah (سَنَة) atau hadzihis-sanah (هذه السَنَة) merupakan keterangan waktu atau dharf zaman (ظرف الزمان) yang berarti pada tahun ini, maka hukumnya dibaca nashab atau manshub (منصوب) dengan tanda i’rab (alamat) fathah (فتحة) dibaca ta (ةَ) karena kata benda tunggal (isim mufrad = الاسم المفرد). Adapaun kata hadzihi (هذه) merupakan merupakan kata tunjuk (isim isyarah = اسم الإشارة) yang bersifat mabni (مبني).
Varian 2:
Kata ramadhan (رَمَضَان) dibaca ni (نِ) dan kata sanah (سَنَة) dibaca ti (ةِ)
نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ فَرْضِ شَهْرِ رَمَضَانِ هٰذِهِ السَّنَةِ فَرْضًا لِلّٰهِ تَعَالَى
Kata ramadhan (رَمَضَان) berposisi sebagai mudhaf ilaih (مضاف إليه) atau sebagai bagian dari tarkib idhafah sebelumnya yaitu frase ada` fardhi syahri ramadhan (أداء فرض شهر رمضان) yang masih dirangkai sekaligus dengan kata berikutnya, yaitu kata hadzihis-sanah (هذه السَنَة), maka dibaca jar atau majrur (مجرور) dengan tanda baca (alamat) kasrah (كسرة), dibaca ni (نِ) karena merupakan isim ghair munsharif (الاسم غير المنصرف) yang dirangkai dengan kata lain atau sebagai mudhaf, sehingga menjadi syahri ramadhani hadzihis-sanati (شهرِ رمضانِ هذه السنةِ).
Kata sanah (سَنَة) atau hadzihis-sanah (هذه السَنَة) karena diposisikan sebagai mudhaf ilaih (مضاف إليه) dari kata ramadhan (رَمَضَان) sehingga tidak lagi menjadi keterangan waktu atau dharf zaman (ظرف الزمان) yang hukumnya dibaca nashab atau manshub (منصوب), tetapi hukumnya adalah dibaca khafadh (خفض) atau jar (جر) atau majrur (مجرور) dengan tanda i’rab (alamat) kasrah (كسرة) dibaca ti (ةِ) atas badal (بدل) kata hadzihi (هذه) karena merupakan kata benda tunggal (isim mufrad = الاسم المفرد).
Varian 3:
Kata ramadhan (رَمَضَان) dibaca na (نَ) dan kata sanah (سَنَة) dibaca ti (ةِ)
نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ فَرْضِ شَهْرِ رَمَضَانَ هٰذِهِ السَّنَةِ فَرْضًا لِلّٰهِ تَعَالَى
Kata ramadhan (رَمَضَان) berposisi sebagai mudhaf ilaih (مضاف إليه) merupakan bagian terakhir dari tarkib idhafah atau frase ada` fardhi syahri ramadhan (أداء فرض شهر رمضان), maka dibaca jar atau majrur (مجرور) dengan tanda baca (alamat) fathah (فتحة), dibaca na (نَ) karena merupakan isim ghair munsharif (الاسم غير المنصرف).
Kata sanah (سَنَة) atau hadzihis-sanah (هذه السَنَة) diakhiri dengan tanda baca (alamat) kasrah (كسرة) dengan alasan karena lil mujawarah (للمجاورة).
Perlu diingat, kekeliruan dalam melafalkan niat tak berpengaruh pada keabsahan puasa selama terbesit dalam hati untuk berpuasa.
Seperti dikatakan, niat berhubungan dengan getaran batin, sehingga ucapan lisan hanya bersifat sekunder belaka, tapi kekeliruan akan menimbulkan rasa janggal, terutama di mata para ahli gramatika Arab.
Pembaca dapat memilih satu dari tiga varian bacaan lafal niat puasa tersebut. Demikian sekilas tentang i’rab lafal niat puasa, semoga bermanfaat bagi kita semua.
Wallâhu a’lam bisshawab