Polemik Pembangunan Gereja di Lumajang, Inilah Jawaban Kiai Afifuddin Muhajir

oleh -dibaca 8367 orang
Kiai Afifuddin Muhajir, Wakil Rais Aam PBNU (foto: NU Online)

NU-LUMAJANG.OR.ID, Lumajang. Rencana pembangunan gereja dan masjid dalam satu lokasi di tanah pemerintah yang ada di Desa Sumberjati Kecamatan Tempeh Lumajang menimbulkan pro dan kontra dengan berbagai alasan.

Terlepas dari hal itu, Wakil Rais Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Afifuddin Muhajir menjawab secara khusus terkait permasalahan pembangunan gereja setelah sejumlah Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) sowan ke kediamannya dan meminta fatwa dari Kiai yang dikenal ahli fiqih tersebut pada Selasa, (30/5/23).

“Saya sampaikan bahwa ini adalah masalah fikhiyyah, oleh karena itu perlu tahu fikih itu apa, fikih adalah hasil dialektika antara nash dengan realita, nash di sini adalah Al-Qur’an, hadits, dan bisa saja yang dimaksud adalah nash para ulama atau nash kitab-kitab yang ditulis oleh para ulama,” jelas Kiai Afifuddin.

Kiai Afifuddin mengatakan, keputusan fikih itu tidak bisa dilakukan di ruang kosong, akan tetapi menyangkut kapan dan di mana, yang artinya hukum membangun gereja itu bisa terjadi perbedaan antara dulu dan sekarang, antara Indonesia dan Amerika antara Indonesia dan Arab Saudi dan seterusnya.

“Maka perlu mengaitkan persoalan ini dengan negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sebagai salah satu negara bangsa, NKRI bediri berkat perjuangan gigih bangsa Indonesia melawan penjajah Belanda, Jepang dan Inggris, perjuangan ini melibatkan seluruh komponen bangsa dari berbagai etnis, suku dan penganut Agama,” lanjut Kiai Afifuddin.

BACA JUGA:   Selaras dengan Tema PBNU dalam Menyambut Satu Abad, PCNU Harus Digdaya

Kiai Afifuddin menuturkan, meskipun umat Islam sebagai golongan mayoritas di negara ini memiliki peran paling besar dalam perjuangan mendirikan NKRI, namun tidak bisa dinafikan keterlibatan dan peran agama lain seperti penganut Kristen, Protestan, Hindu dan lain sebagainya sehingga Indonesia dibangun atas dasar kebangsaan, keadilan, kesetaraan dan kedaulatan hukum.

“Maka tidak boleh di negara ini sebuah perlakuan diskriminatif atas nama agama, suku, etnis dan agama, atau bahasa, di sini tidak ada warga negara kelas 1 dan warga negara kelas 2, melainkan semuanya adalah sama dan sekarang negara semacam ini dikenal dengan istilah negara bangsa الدولة الوطنية، اي الدولة لجميع مواطنيهها atau civil state الدولة المدنية,” tegas Kiai Afifuddin.

Mengutip dari berbagai literatur, Kiai Afifuddin mengungkapkan dalil pengertian negara bangsa,

يقصد بالدولة المدنية، الدولة القائمة على المواطنة وسيادة القانون، والتي يمارس فيها الفرد حقوقه ويحصل على واجباته، مع عدم التمييز بين الأعراق أو الألوان أو اللغات، ويتعاون جميع أفراد المجتمع في الدولة المدنية للوصول إلى حياة آمنة للجميع

BACA JUGA:   Gandeng PCINU Malaysia, PCNU Lumajang Kembangkan Dakwah ke Negeri Jiran

negara bangsa adalah negara yang berdiri atas dasar kebangsaan dan kedaulatan hukum, suatu negara dimana setiap individu bisa menggunakan hak-haknya dan dapat menjalankan kewajiban-kewajibannya tanpa ada diskriminasi diantara dengan perbedaan etnis, warna kulit atau bahasa.

“Seluruh komponen bangsa masyarakat di sebuah negara bangsa bekerjasama untuk mencapai kebidupan yabg aman bagi semua. Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri tentang pendirian rumah ibadah itu sudah sejalan dengan prinsip negara bangsa,” ujarnya.

Sedangkan, terang Kiai Afifuddin, pandangan Islam terhadap suatu negara bangsa dan politik termasuk dalam kategori muamalah yang secara prinsip usul fikih selama tidak ada dalil yang melarangnya maka hal ini tentu dipebolehkan.

Kaidah Usul Fikih tersebut adalah

المعاملات طِلق حتى يعلم المنع

Artinya: “Persoalan mu’alah (bukan ibadah) itu longgar sepanjang tidak diketahui adanya dalil yg melarang”.

“Kalau kita dihadapkan kepada sebuah persoalan yang merupakan bagian dari persoalan sosial maka untuk membolehkannya tidak harus mencari dalil khusus yang membolehkannya, akan tetapi cukup tidak adanya dalil yang melarang,” imbuhnya.

Siyasat atau politik, kata Kiai Muhajir, menurut pandangan islam adalah setiap aktivitas yang bisa membuat manusia lebih dekat kepada kebaikan dan jauh dari pada kerusakan meskipun kebijakan itu tidak ditetapkan oleh Nabi Dan tidak berdasarkan Wahyu, seperti yang dikatakan Ibnu Uqail, seorang ahli fikih dari kalangan Madzhab Hanbali mengatakan,

BACA JUGA:   PCNU Lumajang Bakal Gelar Pelantikan Akbar dan Halal Bi Halal Pekan Ini

السياسة : ما كان فعلا يكون معه الناس أقرب إلى الصلاح وأبعد عن الفساد وإن لم يضع الرسول ولا نزل به وحي

Maka bentuk negara bangsa tidak bertentangan dengan syariat Islam bahkan pasal-pasal yang tertuang dalam piagam Madinah yang didirikan oleh Rasulullah SAW juga berbentuk negara bangsa.

“Fikih politik bagian fikih muamalah, berdasarkan penelitian ternyata tidak ditemukan dalil yang melarang bentuk negara bangsa, Mufti republik mesir mengatakan,

الإسلام يحبذ الدولة المدنية الحديثة القائمة على العدل والمساواة

Islam mengapresiasi dan merekomendasikan negara bangsa modern yang berdiri atas dasar keadilan dan kesetaraan,” ucapnya.

Dari penjelasan yang dikemukakan, Kiai Afifuddin menyimpulkan, rencana pembangunan gereja di Desa Sumberjati Kecamatan tempeh Kabupaten Lumajang telah memenuhi syarat-syarat pendirian rumah ibadah sebagaimana ditentukan dalam SKB dan hal ini sejalan dengan prinsip negara bangsa.

“Sementara negara bangsa tidak bertentangan dengan syariat, maka dapat disimpulkan bahwa pembangunan gereja yang direncanakan itu memiliki landasan syar’i dan bisa ditindak lanjuti,” pungkasnya.