Membakar Kemenyan atau Dupa Saat Selamatan, Bagaimana Hukumnya?

oleh -dibaca 1347 orang
Ilustrasi

Sering kita temui di desa-desa apabila ada selamatan kematian, walimatul khitan, walimatul ‘ursy dan lain-lain biasanya membakar dupa atau kemenyan.

Hukum membakar kemenyan diklasifikasi sebagai berikut:
1. Boleh, apabila sebagai pengharum atau untuk menghilangkan bau busuk dan berkeyakinan bahwa yang memberi manfaat adalah Allah semata.
2. Makruh, apabila tidak bermanfaat apa-apa (tidak ada tujuan).
3. Haram bahkan kufur, apabila beriktikad bahwa dupa atau kemenyan yang dibakar tersebut dapat memberi kemanfaatan tertentu, seperti mendatangkan rezeki, keberuntungan dan lain-lain.

Adapun membakar dupa ketika dzikir atau saat membaca Al-Qur’an ternyata terdapat tesis yang mendasarinya, yaitu dengan dasar senangnya Nabi SAW pada sesuatu yang harum. Keterangan ini diambil dari kitab Nihayatuz Zain halaman 153:

وَيُكْرَهُ اِتْبَاعُهَا بِنَارٍ فِيْ مَجْمَرَةٍ اَوْ غَيْرِهَا اِلَّا لِحَاجَةٍ كَبُخُوْرٍ لِدَفْعِ نَتْنٍ اَوْ فَتِيْلَةٍ لِرُؤْيَةِ دَفْنِهِ لَيْلًا فَلَا كَرَاهَةَ

Artinya: “Dimakruhkan mengiringi jenazah dengan membawa bara api atau lainnya kecuali ada hajat seperti membakar kemenyan untuk menghilangkan bau yang tidak sedap atau lilin atau sumbu lampu untuk menerangi penguburan mayit pada waktu malam maka tidak dimakruhkan.”

BACA JUGA:   Edarkan Kotak Amal Saat Khutbah Jum'at, Bagaimana Hukumannya?

Dan juga terdapat dalam kitab Bughyatul Mustarsyidin halaman 246:

جَعْلُ الْوَسَائِطِ بَيْنَ الْعَبْدِ وَبَيْنَ رَبِّهِ فَإِنْ صَارَ يَدْعُوْهُمْ كَمَا يَدْعُوا اللّٰهَ فِى الْاُمُوْرِ وَيَعْتَقِدُ تَأْثِيْرَهُمْ فِيْ شَيْءٍ مِنْ دُوْنِ اللّٰهِ تَعَالَى فَهُوَ كُفْرٌ فَإِنْ كَانَ نِيَّتُهُ التَّوَسُّلَ بِهِمْ اِلَيْهِ تَعَالَى فِيْ قَضَاءِ مُهِمَّاتِهِ مَعَ اعْتِقَادِ اَنَّ اللّٰهَ هُوَ النَّافِعُ الضَّارُّ الْمُؤَثِّرُ فِى الْاُمُوْرِ دُوْنَ غَيْرِهِ فَالظَّاهِرُ عَدَمُ كُفْرِهِ وَاِنْ كَانَ فِعْلُهُ قَبِيْحًا

Artinya: “Menjadikan perantara antara seorang hamba dan Tuhannya. Jika seseorang berdoa kepada mereka sebagaimana dia berdoa kepada Allah dalam segala urusan dan meyakini bahwa mereka memiliki pengaruh dalam sesuatu tanpa Allah Ta’ala, maka itu adalah kekufuran. Namun, jika niatnya adalah untuk bertawassul (perantara) kepada Allah Ta’ala dalam memenuhi kebutuhannya, sementara dia yakin bahwa Allah-lah yang memberi manfaat, mudarat, dan memiliki pengaruh dalam segala urusan tanpa selain-Nya, maka secara dzahir tidak termasuk kekufuran, meskipun perbuatannya itu buruk.”

BACA JUGA:   Bagaimana Hukum Bersalaman dengan yang Bukan Mahram?

Juga tertera dalam kitab Bulghatut Thullab halaman 53-54:

اِخْرَاقُ الْبُخُوْرِ عِنْدَ ذِكْرِ اللّٰهِ وَنَحْوِهِ كَقِرَاءَةِ الْقُرْاٰنِ وَمَجْلِسِ الْعِلْمِ لَهُ اَصْلٌ فِى السُّنَّةِ مِنْ حَيْثُ اَنَّ النَّبِيَّ يُحِبُّ الرِّيْحَ الطَّيِّبَ وَيَسْتَعْمَلُهَا كَثِيْرًا وَيَحَضُّ عَلَيْهِمَا وَيَقُوْلُ حُبِّبَ اِلَيَّ مِنْ دُنْيَاكُمُ النِّسَاءُ وَالطِّيْبُ وَجُعِلَتْ قُرَّةُ عَيْنِيْ فِى الصَّلَاةِ

Artinya: “Membakar dupa ketika berdzikir kepada Allah dan kegiatan serupa seperti membaca Al-Qur’an dan majelis ilmu memiliki dasar dalam sunnah. Hal ini berdasarkan pada kenyataan bahwa Nabi Muhammad SAW menyukai wewangian yang baik dan sering menggunakannya, seraya menganjurkan sahabat untuk melakukan hal yang sama. Beliau bersabda, ‘Telah ku jadikan istri-istri dan wewangian sebagai sesuatu yang aku cintai di dunia, dan shalat ku jadikan sebagai penyejuk mataku.’”

Selain hal di atas, tradisi membakar dupa yang juga mengakar di masyarakat adalah membakarnya disamping mayit. Tradisi ini hukumnya boleh apabila bertujuan memberi wewangian kepada mayit. Hal ini disebutkan dalam kitab ‘Aunul Ma’bud Syarah Sunan Abu Dawud juz 8 halaman 302:

BACA JUGA:   Hukum Kemasukan Air Saat Mandi pada Bulan Puasa

وَاَخْرَجَ اَحْمَدُ عَنْ جَابِرٍ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللّٰهِ: اِذَا اَجْمَرْتُمُ الْمَيِّتَ فَأَجْمِرُوْهُ ثَلَاثًا وَرِجَالُهُ رِجَالُ الصَّحِيْحِ وَالْمَعْنَى أَيْ بَخَّرْتُمُ الْمَيِّتَ وَفِيْهِ اِسْتِحْبَابُ تَبْخِيْرِ الْمَيِّتِ ثَلَاثًا وَتَطْيِيْبُ بَدَنِهِ وَكَفَنِهِ. قَالَ الْمُنْذِرِيُّ وَاَخْرَجَهُ الْمُسْلِمُ وَالتِّرْمِذِيُّ وَالنَّسَائِيُّ

Artinya: “Imam Ahmad mengeluarkan hadits dari Jabir, ia berkata, Rasulullah bersabda, ‘Ketika kamu memberi dupa kepada mayit, maka berilah dupa tiga kali.’ Hadits ini para rawinya shahih. Makna hadits ini adalah jika kamu memberikan wewangian kepada mayit. Dalam hadits ini ada kesunnahan membakar dupa tiga kali disamping mayit, dan memberi wewangian di badan dan kafan mayit. Al-Mundziri berkata bahwa hadits ini juga diriwayatkan oleh Imam Muslim, At-Tirmidzi, dan An-Nasa’i.”

Wallâhu a’lam bisshawab.