NU-LUMAJANG.OR.ID, Lumajang. Di era digital ini, seorang santri harus bisa menyesuaikan dirinya dengan menjadi santri digital, yaitu sekiranya seorang santri bisa muncul di permukaan media sosial dengan mensyiarkan agama.
Hal itu disampaikan Muhammad Syaiful Anang, S.H. saat Bincang Santai Bersama Lembaga Kemaslahatan Keluarga (LKK) Nahdlatul Ulama (NU) di Studio Media Center an-Nahdlah (MCN) Gedung PCNU Jalan Alun-alun Timur 03 Lumajang, Selasa (23/07/2024).
“Santri itu harus mengikuti perkembangan yang ada untuk menjaga keseimbangan, bahkan syiar agama harus disesuaikan dengan zamannya agar tidak kalah dengan orang-orang sebelah,” jelasnya.
Hebatnya lagi, kata Syaiful Anang, zaman ini para santri harus bangga mengakui kesantriannya. Tentu hal itu jauh berbeda dengan zaman dulu, yakni para santri enggan mengakui bahwa dirinya adalah seorang santri.
“Saya mulai senang ketika mulai dibentuk Ikatan Santri NU (ISNU) di Lumajang, ternyata anggotanya banyak pejabatnya. Waktu itu saya baru tahu kalau beliau-beliau ini alumni pesantren, dan ini merupakan progres yang sangat bagus untuk kita memberanikan diri mengakui kalau kita santri,” tuturnya.
Kemudian dalam acara yang bertajuk ‘Peran Santri di Lingkungan Kerja dan Masyarakat’ itu, dirinya mengatakan, seorang santri wajib memproklamirkan bahwa dirinya seorang santri agar santri tidak dipandang sebelah mata.
“Selama ini anggapan orang itu kalau lulus dari pondok pastinya ngajar ngaji di langgar (mushalla), kenyataannya banyak juga seorang santri yang menjadi pejabat, maka teruslah kita mengikuti perkembangan zaman untuk menduduki posisi-posisi penting karena kalau kita bisa kenapa harus mereka,” tutupnya.