Bulan Ramadhan 1445 Hijriah telah berada di depan mata, sebagai umat muslim yang taat tentu saja akan berbahagia dalam menyambut bulan suci Ramadhan, karena banyak keistimewaan yang hadir di bulan ini yang harus disambut dengan riang gembira.
Makna puasa secara lughah (bahasa) ialah menahan diri dengan absolut (mutlak) dan makna puasa secara syara’ ialah menahan diri dari nafsu makan, minum, berhubungan badan antara suami-istri dalam sehari penuh mulai terbit fajar shadiq sampai matahari terbenam yang didahului dengan niat menurut syariat Islam.
Hukum berpuasa di bulan Ramadhan ialah fardhu ain bagi yang memenuhi syarat-syarat kewajibannya dan kewajiban berpuasa diberlakukan pada tahun kedua Hijriah.
Dalam Kitab Fathu al-Qarib al-Mujib ala Tahdzibi at-Targhib wa at-Tarhib, halaman 144 – 145 karya Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki al-Hasani disebutkan, Orang yang berpuasa di bulan Ramadhan akan mendapatkan beberapa hikmah di dalamnya, diantaranya adalah:
1. Membersihkan cermin hati dari kodrat kemanusiaan,
2. Menyerupai Malaikat ar-Ruhaniyah,
3. Ditunjukkannya Karunia dan Rahmat Allah Ta’ala,
4. Pengampunan dosa-dosa,
5. Terijabahnya do’a-do’a,
6. Meraih kebaikan,
7. Membersihkan lembaran-lembaran buku amal dari perkara yang menyalahi,
8. Merendahkan diri kepada Allah Azza wa Jalla,
9. Shalat Tahajud dan meneliti atau mencari malam Lailatul Qadar yang agung serta mulia,
10. Mengingat orang faqir ketika merasakan sakitnya kelaparan,
11. Menahan jiwa agar tidak menuruti kesenangan,
12. Membiasakan dalam kesabaran dan kesulitan,
13. Mengingatkan hamba-Nya akan kebutuhan makan dan minum dengan kekayaan Allah yang Maha Esa serta tempat meminta segala sesuatu,
14. Menjaga pikiran, dan
15. Memurnikan wawasan.
Dengan demikian, dapat diketahui bahwa puasa yang dilakukan oleh kebanyakan orang itu bisa tidak dianggap sebagai puasa yang benar di mata hukum syariah.
Nah, mengapa orang yang sama-sama berpuasa tetapi puasanya tidak dianggap benar?
Orang yang berpuasa dan puasanya tidak dianggap benar ialah walaupun mereka sama-sama meninggalkan nafsu makan, minum dan berhubungan badan antara suami-istri, tetapi arah perhatiannya tertuju pada orang yang bukan mahramnya, berkata kasar, melakukan kekerasan, ghibah (gosip) dan namimah (adu domba), dan tidak memperhatikan perintah dan larangan-Nya.
Perlu diketahui, puasa semacam ini hanya akan mendapatkan rasa lapar dan haus saja, dan mereka berharap dengan puasanya akan mendapatkan pahala. Tapi sebaliknya, justru hal itu merupakan dosa besar yang membutuhkan permintaan ampun dengan cara beristighfar kepada Allah ta’ala.
Semoga puasa kita di bulan Ramadhan ini lebih baik dari sebelumnya dan mendapatkan hikmah-hikmahnya, dan semoga kita dapat dipertemukan kembali dengan bulan Ramadhan tahun depan, Aamiiin.
Wallâhu a’lam bisshawab