Peringatan Hari Lingkungan Hidup, Momen Refleksi Mencegah Kerusakan Lingkungan di Lumajang

oleh -dibaca 747 orang

5 Juni merupakan momentum peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia yang digagas oleh Majelis Umum PBB dalam konferensi Stockholm pada 1972 silam.

Dalam memperingati hari lingkungan ini, sudah selayaknya kampanye pelestarian lingkungan harus bersuara nyaring dan menggema dari lubuk hati, buah pemikiran hingga tindakan setiap insan kehidupan, khususnya manusia sebagai pemimpin di Bumi.

Sebagaimana Firman Allah SWT dalam Al-Qu’an surat Al Bqarah ayat 30, sebagai berikut;

وَاِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلٰۤىِٕكَةِ اِنِّيْ جَاعِلٌ فِى الْاَرْضِ خَلِيْفَةً ۗ قَالُوْٓا اَتَجْعَلُ فِيْهَا مَنْ يُّفْسِدُ فِيْهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاۤءَۚ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ ۗ قَالَ اِنِّيْٓ اَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُوْنَ

Artinya : (Ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Aku hendak menjadikan khalifah di bumi.” Mereka berkata, “Apakah Engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah di sana, sedangkan kami bertasbih memuji-Mu dan menyucikan nama-Mu?” Dia berfirman, “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” (QS Al-Baqarah : 30)

Dalam Al-Qur’an, kata khalīfah memiliki makna ‘pengganti’, ‘pemimpin’, ‘penguasa’, atau ‘pengelola alam semesta yang bertanggung jawab atas kelestariannya.

BACA JUGA:   Merapikan Komitmen Merespon Kerentanan Bencana

Gus Dur dalam nilai perjuangannya menempatkan manusia sebagai khalifah ini adalah mahluk Tuhan paling mulia yang dipercaya untuk mengelola dan memakmurkan bumi. Sehingga peran manusia dalam pelestarian lingkungan sangat dominan hingga menjadi tombak keberlangsungan kehidupan.

Manusia-lah yang memiliki peran sentral dan tanggug jawab dalam melakukan kampanye peletarian lingkungan dari isu kritis kerusakan lingkungan.

Lalu bagaimana dengan lingkungan hidup di Kabupaten Lumajang, apa potensi ancaman kerusakan dan dampaknya pada kehidupan?

Pembahasan ini akan kami mulai dari letak geografis Kabupaten Lumajang yang berada pada posisi 112o -53′ – 113o -23′ Bujur Timur dan 7o -54′ -8o -23′ Lintang Selatan dengan iklim tropis, yang curah hujannya cukup tinggi.

Letak geografis ini sangat menguntungkan bagi kesuburan wilayah dan ekosistem di dalamnya. Maka tak heran Kabupaten Lumajang mendapatkan penghargaan Adipura hingga 13 kali, yang terakhir pada 05 Maret 2024 lalu.

Selain itu, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan juga pernah mengganjar Bupati Lumajang saat itu (Thoriqul Haq) dengan penghargaan Green Leadership Nirwasita Tantra sebagai bentuk apresiasi pada kebijakan yang memiliki kepedulian pada isu lingkungan.

BACA JUGA:   Membaca Realitas PCNU Lumajang Jelang Satu Abad NU

Hingga penghargaan Kalpataru yang diberikan kepada masyarakat Lumajang yang berhasil memprakarsai dan keterlibatan langsung dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup dengan melestarikan hutan di kawasan Gunung Lemongan.

Capaian ini tidak lepas dari peran serta seluruh lapisan masyarakat, termasuk pemerintah daerah dalam memastikan pengelolaan lingkungan di Lumajang benar benar lestari.

Tapi benarkah lingkungan hidup di Kabupaten Lumajang sudah jauh dari ancaman kerusakan lingkungan?

Rasanya tidak juga. Sebab, banyak kawasan yang nyata – nyata rusak hingga berdampak pada kehidupan, bahkan menghilangkan nyawa seseorang.

Bencana kekeringan misalnya di sejumlah kawasan permukiman di lereng Gunung Lemongan yang terjadi akibat hilangnya fungsi hutan sejak tahun 1998, kemudian bencana banjir tahun 2014 yang menewaskan sejumlah orang juga terjadi akibat berubahnya fungsi hutan.

Keseriusan pemerintah dalam memastikan fungsi hutan harusnya dilakukan tidak hanya dalam porsi kebijakan (Policy), namun harus sampai ke akar rumput persoalan. Salah satunya menggalakkan kegiatan penanaman, melakukan pendidikan pentingnya fungsi hutan hingga memastikan penegakan hukum atas pelanggaran pembalakan hutan.

BACA JUGA:   Nahdlatul Ulama dalam Pangkuan Jagat Bumi

Bukan justru memberikan kebebasan atas pengelolaan hutan, yang kemudian berakibat fatal. Sebagaimana yang diungkapkan Guru Besar Universitas Brawijaya, Prof. Nuhfil Hanani yang menyebut kebijakan pengelolaan hutan disejumlah wilayah justru mengakibatkan hilangnya fungsi hutan.

Berdasarkan data Yayasan Auriga Nusantara, kawasan tutupan hutan alam di Indonesia mencapai 88 juta hektare. Dari angka tersebut, 80% berada di 10 provinsi kaya-hutan, seperti Papua, Papua Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Kalimantan Barat, Sulawesi Tengah, Aceh, Maluku, dan Maluku Utara, namun sayang meski di klaim laju deforestasi menurun namun faktanya kerusakan hutan terus terjadi.

Bukan tidak mungkin, kondisi serupa terjadi di Kabupaten Lumajang, yang juga memiliki kawasan hutan. Upaya pencegahan tentu akan memakan waktu, memusatkan pikiran hingga menguras keuangan, terutama pemegang kebijakan. Namun, harapan tetaplah harapan yang membawa kebahagiaan meski belum jelas kapan.

Peringatan hari lingkungan, rasanya penting dimaknai sebagai momen mempersatukan komitmen pelestarian lingkungan dan refleksi atas semua tindakan hingga kebijakan untuk menjaga alam.

Salam lestari, Lingkungan Lumajang

Ditulis oleh: Rokhmad, Pemimpin Redaksi nu-lumajang.or.id