Penulis: Nur Yasin[1]
Di awal Islam muncul, ia cukup dengan kata “Islam” saja. Karena saat itu sudah sangat cukup sebagai identitas untuk membedakan dengan yang bukan Islam. Kata “Islam” telah cukup untuk mengikat dan membentengi umat dari pengaruh pihak lain. Lama-kelamaan, setelah Nabi Muhammad menghadap ke Rahmatullah, Islam menghadapi ujian besar dari dalam Islam sendiri. Akhirnya Islam berkelompok-kelompok dengan klaimnya masing-masing yang merasa paling benar. Diantara kelompok itu ada yang komunitasnya kecil dan ada yang besar. Yang besar itu dikemudian hari, masyhur dengan sebutan kelompok “ahlus sunnah wal jamaah”. Kata “ahlus sunnah waljamaah” kemudian menjadi tali pengikat dan benteng umat Islam dari pengaruh Islam yang tidak mainstream. Kata “Islam” saja tidak cukup lagi untuk membentengi Islam itu sendiri. Butuh tambahan lapisan benteng lagi yakni kata “ahlus sunnah waljamaah”.
Kata “ahlus sunnah waljamaah” telah menjadi benteng baru untuk melindungi agama dari serangan-serangan baru. Dalam prakteknya, kelompok ahlus sunnah waljamaah memang yang paling diterima oleh umat dalam jumlah mayoritas. Karena dalam prakteknya kelompok ini paling diterima oleh akal sehat. Sementara kelompok lain, dalam prakteknya masih penuh dengan hal-hal yang ganjil (Syadz). Dalam nalar akal, sesuatu yang majoritas memang memiliki pedoman yang lebih logis dan terjamin akidahnya. Oleh karena itu Nabi Muhammad memberikan ilustrasi tentang kelompok mayoritas atau jama’ah:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم يَدُ اللهِ عَلَى اْلجَمَاعَةِ، فَإِذَا شَذَّ الشَّاذُّ مِنْهُمْ اخْتَطَفَهُ الشَّيْطَانُ كَمَا يَخْتَطِفُ الذِّئْبُ الشَّاةَ مِنَ اْلغَنَمِ، (رواه الطبراني)
“kekuasaan Allah berada pada golongan mayoritas (jamaah). Jika ada seorang menyempal dari golongan itu, maka ia akan disambar oleh syetan sebagaimana seekor domba diterkam serigala”
Dalam perjalanan waktu, lama-kelamaan Islam ahlus sunnah waljamaah mengalami ujian besar. Banyak kelompok yang mengaku ahlus sunnah waljamaah tapi justru mencemari ahlus sunnah waljamaah. Di Indonesia, kelompok ahlus sunnah waljamaah mendapatkan posisinya yang baik dan strategis. Kelompok ini tumbuh subur dan menjadi kelompok terbesar umat Islam di Indonesia yang memang di Negara ini umat Islam tergolong terbesar di dunia.
Ulama di Indonesia, melihat gelagat tidak baik terhadap perkembangan ahlus sunnah waljamaah, sehingga perlu membangun benteng baru untuk melindungi Islam ala ahlus sunnah waljamaah dari pihak-pihak yang akan mencemarkan ahlus sunnah waljamaah. Singkat cerita, didirikanlah jam’iyyah Nahdlatul Ulama oleh para ulama yang dikomandani oleh Hadratussyekh Muhammad Hasyim Asy’ari. Jam’iyyah ini berdiri pada hari Ahad Pon tanggal 31 Januari 1926 M bertepatan dengan tanggal 16 Rajab 1344 H di Surabaya di kediaman KH Abdul Wahab Chasbullah di Kertopaten.
Dalam perjalanan panjangnya yang heroic, jam’iyyah ini berhasil menyelamatkan ahlus sunnah wal jamaah. Akhir-akhir ini banyak negara Islam yang berkunjung ke Pengurus Besar Jam’iyyah ini untuk mempelajari Islam Ahlus Sunnah Waljamaah ala Nahdlatul Ulama. Jam’iyyah Nahdlatul Ulama bukan manusia raksasa, tapi sekarang menjelma menjadi kumpulan manusia yang meraksasa di dunia. Kumpulan manusia yang terikat dalam kesatuan keyakinan meneruskan perjuangan Islam. Jam’iyyah Nahdlatul Ulama telah menjadi icon magnet dunia sebagai role model (potret) Islam Rahmatal lil alamin.
Jika berdasarkan hitungan kalender Hijriyah, maka pada tahun 1444 H, NU telah memasuki masa satu abad yakni seratus tahun. Bilangan umur yang sarat nilai. Pada umurnya yang ke-satu abad ini, jam’iyyah Nahdlatul Ulama, perlu merefleksikan hadits Nabi Muhammad s.a.w. di bawah ini:
عن أبي هريرة رضي الله عنه قال, قال رسول الله صلى الله عليه وسلم “إِنَّ اللهَ يَبْعَثُ لِهَذِهِ اْلأُمَّةِ عَلَى رَأْسِ كُلِّ مِائَةِ سَنَةٍ مَنْ يُجَدِّدُ لَهَا دِيْنَهَا”. رواه أحمد
“Dari Abu Hurairah r.a berkata: Rasulullah s.a.w bersabda “Sesungguhnya Allah mengutus terhadap umat pada setiap ujung seratus tahun seseorang yang memperbaruhi agamanya” (H.R Ahmad)
Jam’iyyah Nahdlatul Ulama telah mendapatkan momentumnya dengan hadits di atas untuk melakukan pembaharuan. Dan pembaharuan itu pasti terjadi, karena Nahdlatul Ulama bukan organisasi sembarangan dan sembrono. Ia adalah organisasi recomended majority. Ia didirikan oleh Ulama yang berdaulat, daulat keilmuannya dan daulat kesolehannya, Hadratusyekh Muhammad Asy’ari. Lebih dari itu, Nahdlatul Ulama didirikan atas restu Syaikhona Muhammad Kholil, Sang Legend, wali besar penuh karomah rujukan umat.
Entah siapa yang akan menjadi panglima besar pembaharuan ini? Apakah ketua PBNU, Gus Yahya, yang saat ini menjabatnya? Atau Rais Aam PBNU, KH. Miftahul Akhyar, yang saat ini menjabatnya? Atau bisa jadi Ulama lain dalam kalangan Nahdlatul Ulama, tidak menutup kemungkinan itu, karena punjernya Nahdlatul Ulama adalah Ulama. Siapapun punya kesempatan itu, asalkan Ulama dengan tetap berprinsip pada pedoman cirikhas Nahdlatul Ulama:
الْمُحَافَظَةُ عَلَى اْلقَدِيْمِ الصَّالِحِ وَاْلأَخْذُ بِاْلجَدِيْدِ اْلأَصْلَحِ
“Menjaga tradisi lama yang baik dan mengambil tradisi baru yang baik”
Tentu pembaharuan yang dilakukan harus di pentas global karena Nahdlatul Ulama sudah berangkat from localy to globaly. Jam’iyyah Nadlatul Ulama memang berakar di Indonesia tetapi kini rimbunnya telah meraksasa, memayungi penjuru bumi. Jam’iyyah Nahdlatul Ulama telah berada di pangkuan jagat Bumi. Sambutlah satu abad NU dengan genderang pembaharuan di jagat bumi.
والله موفق الى أقوم الطريق
[1] . Penulis: Pengurus LPTNU Lumajang dan Ketua STAI Bustanul Ulum Krai Yosowilangun Lumajang