Isra’ Mi’raj merupakan salah satu peristiwa luar biasa dalam sejarah Islam, di mana Rasulullah SAW melakukan perjalanan dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha (Isra’), kemudian dilanjutkan naik ke Sidratul Muntaha (Mi’raj) dalam satu malam. Secara keimanan, umat Islam meyakini keajaiban ini sebagai mukjizat dari Allah SWT. Namun, bagaimana jika kita mencoba memahami Isra’ Mi’raj melalui perspektif sains tanpa mengurangi keyakinan terhadap mukjizatnya? Berikut penjelasannya.
Keajaiban Isra’ Mi’raj disebutkan secara jelas dalam Al-Qur’an. Allah SWT berfirman:
سُبْحَانَ ٱلَّذِىٓ أَسْرَىٰ بِعَبْدِهِۦ لَيْلًۭا مِّنَ ٱلْمَسْجِدِ ٱلْحَرَامِ إِلَى ٱلْمَسْجِدِ ٱلْأَقْصَى ٱلَّذِى بَٰرَكْنَا حَوْلَهُۥ لِنُرِيَهُۥ مِنْ ءَايَٰتِنَآ ۚ إِنَّهُۥ هُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلْبَصِيرُ
“Maha Suci (Allah), yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. Al-Isra’: 1)
Perjalanan Mi’raj juga disebutkan dalam beberapa riwayat, di mana Rasulullah SAW naik ke langit dan menerima perintah shalat lima waktu langsung dari Allah SWT. Hal ini menunjukkan bahwa perjalanan ini bukan perjalanan biasa, melainkan mukjizat yang melampaui logika manusia.
Dari sudut pandang sains, ada beberapa teori yang bisa membantu kita memahami perjalanan Isra’ Mi’raj, meskipun tetap disadari bahwa ini adalah mukjizat:
1. Kecepatan Cahaya dan Dimensi Waktu
Isra’ Mi’raj terjadi dalam satu malam, meskipun jaraknya sangat jauh. Dalam fisika modern, teori relativitas Einstein menjelaskan bahwa perjalanan dengan kecepatan tinggi (mendekati kecepatan cahaya) dapat menyebabkan perbedaan waktu (time dilation). Hal ini memberikan gambaran bahwa perjalanan semacam itu mungkin terjadi jika Allah SWT menghendaki.
2. Dimensi Lain dalam Ruang dan Waktu
Konsep dimensi lain sering dibahas dalam fisika kuantum. Dalam pandangan ini, perjalanan Mi’raj ke Sidratul Muntaha dapat dipahami sebagai perjalanan melintasi dimensi yang berbeda dari dunia fisik. Hal ini sejalan dengan hadis yang menyebutkan Rasulullah SAW melihat hal-hal gaib yang tidak dapat dijelaskan oleh indera manusia.
Sebagaimana hadis shahih yang diriwayatkan Sahabat Anas bin Malik:
عَنْ أَنَسٍ بْنِ مَالِكٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: “أُتِيتُ بِالْبُرَاقِ – وَهُوَ دَابَّةٌ أَبْيَضُ طَوِيلٌ، فَوْقَ الْحِمَارِ وَدُونَ الْبَغْلِ – يَضَعُ حَافِرَهُ عِنْدَ مُنْتَهَى طَرْفِهِ…”
“Dibawakan kepadaku Buraq, yaitu hewan putih panjang, lebih besar dari keledai dan lebih kecil dari bagal, yang setiap langkahnya sejauh mata memandang…” (HR. Muslim)
Hadis ini menjelaskan kendaraan supranatural yang digunakan Rasulullah SAW dalam perjalanan Isra’ Mi’raj.
Isra’ Mi’raj adalah mukjizat yang harus diimani oleh umat Islam. Sains dapat membantu memberikan gambaran, tetapi tidak dapat menjelaskan sepenuhnya keajaiban yang terjadi. Mukjizat adalah bukti kebesaran Allah SWT yang melampaui hukum alam.
Dari peristiwa Isra’ Mi’raj kita diajarkan pentingnya keimanan, sekaligus membuka wawasan tentang kebesaran Allah SWT dalam menciptakan alam semesta. Dengan memahami perspektif sains, kita semakin kagum pada mukjizat ini, tanpa mengurangi nilai spiritual dan keimanan terhadapnya.
Sebagai umat Islam, harus bisa terus menggali hikmah Isra’ Mi’raj, baik dari sisi keimanan maupun sebagai motivasi untuk semakin mendekatkan diri kepada Allah SWT. Semoga tulisan ini bisa menginspirasi pembaca untuk memperkuat iman dan memahami kebesaran Allah SWT.