Kiai Hasyim Asy’ari dan Gagasan Pendidikan sebagai Jalan Perjuangan

oleh -dibaca 247 orang

Muhammad Hasyim Asy’ari merupakan sosok sentral di Jam’iyah Nahdlatul Ulama (NU). Sebab, selain sebagai inisiator berdirinya NU ia juga memiliki sumbangsih besar dalam berdirinya Bangsa Indonesia.

Tidak berlebihan jika Hadratussyaikh mendapatkan gelar Pahlawan Nasional atas jasanya memperjuangkan kemerdekaan Bangsa Indonesia melalui “Resolusi Jihad”.

Lalu benarkan, sosok pria yang kemudian mendapat gelar Hadratussyaikh itu hanya memiliki konsern di bidang Keagamaan dan Kebangsaan semata?

Zuhairi Misrawi dalam bukunya Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari bertajuk Moderasi, Keumatan dan Kebangsaan mengungkap jika Hadratussyaikh KH Muhammad Hasyim Asy’ari memiliki perhatian khusus dalam bidang Pendidikan.

Hal itu dapat dilihat dari riwayat hidup Hadratussyaikh KH Muhammad Hasyim Asy’ari yang mendedikasikan hidupnya pada Pendidikan, baik dalam rangka belajar maupun mengajar. Hal itulah yang kemudian di pesantren ada Adagium atau peribahasa yang tidak tertulis “belajar dalam rangka mengajar”.

BACA JUGA:   Profil Abdul Muis, Guru PAI Lumajang Berprestasi Pencetus MABIT

“Pulanglah ke kampungmu, mengajarlah disana minimal mengajar ngaji,” tulis Zuhairi Misrawi meniru pesan Hadratussyaikh dalam buku Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari bertajuk Moderasi, Keumatan dan Kebangsaan, halaman 71.

Salah satu peninggalan KH Hasyim Asy’ari dalam bidang pendidikan adalah berdirinya Pondok Pesantren Tebuireng di Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Pesantren yang kini telah berusia kira-kira 126 tahun ini tidak hanya melahirkan tokoh dan pemikir Islam terkemuka, namun jauh dari itu.

Sejumlah pembesar dan pembaharu pendidikan Islam kontemporer lahir dan besar dari pesantren ini. Salah satu santri Hadratussyaikh KH Muhammad Hasyim Asy’ari yang berasal dari wilayah yang sama dengan penulis di Kabupaten Lumajang adalah KH Anas Mahfudz.

BACA JUGA:   Mengenal Ubaidillah, Qari Muda Lumajang Peraih Juara 2 Nasional 2024

Penulis, sempat melakukan sesi wawancara kepada Putra bungsu KH Anas MAhfudz yakni KH Abdul Kafi di kediamannya. Saat itu, Gus Kafi sapaan akrabnya menceritakan satu kisah KH Anas Mahfudz yang memilih mendirikan Lembaga Pendidikan sepulangnya dari Tebuireng yang saat ini menjadi Lembaga Pendidikan Islam tertua di Lumajang yakni Madrasah Nurul Islam Kota (MI Kota) yang terletak di Alun-alun Kabupaten Lumajang.

Menurut Gus Kafi, KH Anas Mahfudz memilih jalan itu untuk melanjutkan perjuangan sang Guru, yakni mencetak guru-guru baru agar bisa mengajari santri lain yang kelak juga menjadi Guru di daerahnya masing-masing.

“Menurut cerita, Mbah (KH Anas Mahfudz) memilih mendirikan masradah karena ingin mencetak lebih banyak guru yang kelak akan diminta untuk mendirikan lembaga pendidikan juga di pelosok desa di Kabupaten Lumajang”, ungkap Gus Kafi saat sesi wawancara itu.

BACA JUGA:   Profil Kiai Anwar Mansur, Rais PWNU Jawa Timur Periode 2024-2029

Lalu mengapa Adigum “belajar dalam rangka mengajar” itu sangat tertanam baik dibenak Hadratussyaik maupun para santri-santrinya, Wallahua’lam bis Shawab.