Benarkah Ngalap Barokah Adalah Bid’ah? Begini Penjelesannya

oleh -dibaca 37 orang
Ilustrasi Ngalap Barokah

Sering kita ketahui bahwasanya santri-santri di pondok pesantren bukan hanya mencari ilmu, akan tetapi juga berniat untuk tabarruk (mencari atau ngalap berkah) kepada Kiai, Guru maupun kepada pesantren itu sendiri.

Pada hakikatnya, tokoh sunni Makkah, Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki dalam kitabnya, Mafahim Yajibu an Tushohhah ialah:

إن التبرك ليس هو إلا توسلا الى الله سبحانه وتعالى بذلك المتبرك به سواء أكان أثرا او مكانا او شخصا

Artinya: “Tabarruk tiada lain kecuali meminta bantuan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan perantara yang di tabarruki, baik berupa jejak, tempat maupun orang.”

Mengapa kita mesti bertabarruk kepada orang, jejak dan/atau tempat? Ulama Makkah yang kharismatik tersebut menjelaskan:

اما الأعيان فلاعتقاد فضلها وقربها من الله سبحانه وتعالى مع اعتقاد عجزها عن جلب خير او دفع شر إلا بإذن الله و اما الاثار فلأنها منسوبة الى تلك الأعيان فهي مشرفة بشرفها ومكرمة ومعظمة ومحبوبة لأجلها و اما الأمكنة فلا فضل لها لذاتها من حيث هي أمكنة و انما لما يحل فيها ويقع من خير وبر كالصلاة والصيام وجميع أنواع العبادات مما يقوم به عباد الله الصالحون اذ تتنزل فيها الرحمات وتحضرها الملائكة وتغشاها السكينة وهذه هي البركة التى تطلب من الله فى الأماكن المقصودة لذلك اه‍

BACA JUGA:   Waktunya Kembali ke Pondok, Berikut Niat yang Perlu Diperhatikan oleh Santri

Artinya: “Adapun (bertabarruk) kepada orang, (alasannya ialah) karena kita meyakini kebajikan dan kedekatannya kepada Allah SWT, disamping (sudah barang tentu) kita juga meyakini ketidakmampuannya untuk mendatangkan kebaikan atau menolak kejelekan kecuali dengan seijin Allah. Sementara (bertabarruk) kepada jejak (alasannya ialah) karena ia dikaitkan dengan orang-orang itu. Jadi ia dimuliakan karena kemuliaan orang-orang tersebut. Dihormati, diagungkan dan dicintai karena mereka. Sedangkan tempat, maka sejatinya tempat itu jika ditinjau dari segi ia sebagai tempat, tidak punya kelebihan apapun. Akan tetapi karena kebaikan dan kesalehan yang terjadi di tempat itu, seperti shalat, puasa dan berbagai macam ibadah yang dikerjakan oleh orang-orang shaleh, maka turunlah di situ rahmat, malaikat mendatanginya dan ketenangan meliputinya. Itulah barakah yang dicari dari Allah di tempat-tempat yang dimaksud untuk keperluan tabarruk.”

Penting kita ingat bersama, bahwa ketika meyakini disyariatkannya tabarruk, bukan berarti orang, jejak atau tempat yang kita tabarruki itulah yang mendatangkan barakah karena semua itu hanya sekadar perantara, sebah Allah SWT yang memberikan barakah tersebut.

BACA JUGA:   Begini Cara Peroleh Kebahagiaan di Akhirat dalam Kitab Risalatul Muawanah

Tabarruk bukanlah perbuatan bid’ah seperti anggapan sebagian orang. Tabarruk justru sudah ada sejak masa Rasulullah SAW, tidak sedikit hadits yang menganjurkan dan membenarkan tabarruk. Berikut ini para sahabat yang melakukan tabarruk:

1. Bertabarruk dengan keringat Nabi SAW dengan cara memasukkannya ke dalam wadah, seperti yang dilakukan oleh Ummu Sulaim, ibu Sayyidina Anas bin Malik. [Fathul Bari : 11/2]

2. Bertabarruk dengan darah Nabi SAW dengan cara meminumnya, seperti yang dilakukan oleh Sayyidina Abdullah bin az-Zubair. [al-Ishabah : 2/210]

3. Bertabarruk dengan menyentuh kulit Nabi SAW dengan cara mengecup pinggulnya, seperti yang dilakukan oleh Sayyidina Usaid bin Hudlair. [HR. Abu Dawud, at-Thabrani dan Ibnu Asakir]

4. Bertabarruk dengan kencing Nabi SAW dengan cara meminumnya, seperti yang dilakukan oleh Barakah, pelayan Ummu Habibah. [at-Talkhishul Habir : 1/32]

5. Hal yang sama juga dilakukan oleh Ummu Aiman. [HR. al-Hakim, ad-Daruquthni, at-Thabrani dan Abu Naim]

BACA JUGA:   Keistimewaan Bulan Muharram dalam Tafsir al-Jalalain

6. Bertabarruk dengan tempat yang pernah dishalati Nabi SAW, seperti yang dilakukan oleh Sayyidina Abdullah bin Umar. [HR. al-Bukhari]

7. Bertabarruk dengan jubah Nabi SAW dengan cara mencucinya untuk obat orang-orang sakit, seperti yang dilakukan oleh Siti Asma’ binti Abu Bakar. [HR. Muslim]

8. Ketika Sayyidina Umar bin Khattab mendekati wafat, beliau menyuruh putranya yang bernama Abdullah menghadap Siti Aisyah untuk meminta ijin agar berkenan merelakan Sayyidina Umar dimakamkan di dekat Rasulullah SAW dalam rangka tabarruk. [HR. al-Bukhari]

Imam Muhyiddin an-Nawawi mengatakan bahwa darah dan kencing Nabi Muhammad SAW itu suci. [Syarah al-Muhadzdzab : 1/233]

Walhasil tabarruk dengan Rasulullah SAW, jejak beliau dan setiap sesuatu yang berkaitan dengan beliau, termasuk bertabarruk dengan orang-orang shaleh dan tempat-tempat yang biasa digunakan untuk kebaikan, semua itu dibenarkan menurut agama. Untuk membuktikannya cukup berpedoman pada hal-hal yang pernah dilakukan para sahabat dihadapan Rasulullah SAW yang oleh beliau sendiri tidak diingkari.

Wallâhu a’lam bisshawab.