Isra’ dan Mi’raj merupakan fenomena luar biasa berada di luar jangkauan manusia, yang hanya dapat dipercaya oleh mereka yang beriman.
Isra’ adalah perjalanan malam, sedangkan Mi’raj adalah naik ke atas dengan tangga. Apabila digabung Isra’ dan Mi’raj memiliki pengertian diperjalankannya Nabi Muhammad oleh Allah di malam hari dari Masjidil Haram (Makkah) ke Masjidil Aqsa (Yerussalem). Sedangkan Mi’raj adalah dinaikkannya Nabi Muhammad dari Masjidil Aqsa menuju Sidratul Muntaha (suatu tempat ghaib yang tidak mungkin ditangkap oleh pancaindra).
Dalam pembahasan Isra’ Mi’raj, perlu kita menelaah ayat Al-Qur’an berikut ini:
سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَىٰ بِعَبْدِهِ لَيْلًا مِّنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ آيَاتِنَا إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ
Artinya: Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui (QS. al-Isra’ ayat 1).
Ayat tersebut menegaskan bahwa di antara tujuan dari Isra’ Mi’raj adalah Allah memperlihatkan kepada Nabi Muhammad tanda-tanda kebesaran dan keagungan-Nya. Bahkan melihat berbagai macam tanda-tanda keagungan Allah dalam alam semesta ini, termasuk segala rahasia-rahasia angkasa luar dan rahasia-rahasia alam ghaib.
Selain itu, ketika Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad juga mendapat banyak pengalaman, diantaranya bertemu dengan berbagai golongan manusia, dan berjumpa dengan Nabi-Nabi terdahulu seperti Nabi Adam, Nuh, Ibrahim, Musa, Daud, Sulaiman, Idris, Yahya dan Isa.
Nabi Muhammad juga diperlihatkan tentang pelajaran-pelajaran bagi kehidupan umat manusia. Agar mereka dapat membentuk dirinya menjadi manusia yang bertakwa, gemar berbuat baik dan menjauhi perbuatan-perbuatan yang tercela.
Sedangkan hikmah terbesar dalam peristiwa tersebut adalah ditugaskannya Nabi Muhammad dan umatnya untuk mengerjakan shalat lima waktu. Perintah itu adalah perintah yang langsung dari Allah.
Maka dari itu, dalam memperingati Isra’ Mi’raj, sudah selayaknya kita meningkatkan shalat dengan sebaik-baiknya. Shalat merupakan Rukun Islam yang kedua setelah Dua Kalimat Syahadat, yang diperintahkan berkali-kali dalam ayat-ayat Al-Qur’an.
Mereka yang mengerjakan shalat dengan khusyu’ serta diikuti dengan gerakan-gerakan kejiwaan, akan dapat mencegah dirinya dari perbuatan-perbuatan yang keji dan munkar. Begitu besarnya pengaruh shalat dalam perkembangan kejiwaan seseorang sehingga dapat mengantarkan pada terbentuknya insan kamil.
Imam al-Munawi dalam Faidhul Qodir menyebutnya: “al-Shalatu Mi’raj al- Mu’minin”. Shalat itu merupakan mi’rajnya orang-orang mukmin.
Allah secara berulang kali memerintahkan kepada kita agar mengerjakan shalat dengan baik, memperhatikan syarat dan rukunnya, serta ketentuan-ketentuan lain yang diajarkan Al-Qur’an dan al-Sunnah. Banyak sekali hikmah dan manfaat yang diperoleh orang-orang yang mengerjakan shalat, disebutkan dalam beberapa ayat Al-Qur’an, antara lain:
1. Mereka yang mengerjakan shalat secara khusyu’, sesuai dengan tuntunan Al-Qur’an dan al-Sunnah, akan memperoleh keberuntungan dan mewarisi surga firdaus. dijelaskan dalam Al-Qur’an:
قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ، الَّذِينَ هُمْ فِي صَلَاتِهِمْ خَاشِعُونَ
Artinya: Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam shalatnya (QS. al-Mu’minun ayat 1-2).
Selanjutnya, mereka yang melaksanakan shalat dengan khusyu’, akan mewarisi surga firdaus, yaitu mereka yang menjaga serta melestarikan shalatnya dengan baik.
وَالَّذِينَ هُمْ عَلَىٰ صَلَوَاتِهِمْ يُحَافِظُونَ، أُولَٰئِكَ هُمُ الْوَارِثُونَ، الَّذِينَ يَرِثُونَ الْفِرْدَوْسَ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
Artinya: Dan orang-orang yang memelihara shalatnya. Mereka itulah orang-orang yang akan mewarisi, (yakni) yang akan mewarisi syurga Firdaus. mereka kekal di dalamnya (QS. al-Mu’minun ayat 8-11).
2. Orang yang mengerjakan shalat akan terhindar dari sikap keluh kesah, resah, gelisah dan terhindar dari kegoncangan jiwa. Yaitu mereka yang terus menerus melestarikan shalatnya serta menginfakkan sebagian hartanya kepada mereka yang miskin, baik mereka yang meminta, ataupun orang-orang miskin yang memiliki harga diri, sehingga mereka tidak mau meminta atau mengemis kepada orang lain.
إِنَّ الْإِنسَانَ خُلِقَ هَلُوعًا، إِذَا مَسَّهُ الشَّرُّ جَزُوعًا، وَإِذَا مَسَّهُ الْخَيْرُ مَنُوعًا، إِلَّا الْمُصَلِّينَ، الَّذِينَ هُمْ عَلَىٰ صَلَاتِهِمْ دَائِمُونَ، وَالَّذِينَ فِي أَمْوَالِهِمْ حَقٌّ مَّعْلُومٌ، لِّلسَّائِلِ وَالْمَحْرُومِ، وَالَّذِينَ يُصَدِّقُونَ بِيَوْمِ الدِّينِ
Artinya: Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah. Dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir. Kecuali orang-orang yang mengerjakan shalat. Yang mereka itu tetap mengerjakan shalatnya. Dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta). Dan orang-orang yang mempercayai hari pembalasan (QS. al-Ma’arij ayat 19-26).
Demikian hikmah Isra’ Mi’raj bagi umat manusia, sebagaimana dilansir dari NU Online. Semoga dalam memperingati Isra’ Mi’raj tersebut kita bisa semakin meningkatkan kualitas shalat dan amal ibadah lainnya.