Berpuasa di bulan Ramadhan bukan hanya untuk menahan lapar dan dahaga, tapi juga harus menahan hal-hal yang dapat membatalkan puasa seperti memasukan berbagai cairan dari berbagai lubang tubuh.
Hukum suntik bagi orang yang berpuasa itu boleh jika dalam keadaan darurat. Namun ulama berbeda pendapat dalam masalah suntik membatalkan puasa atau tidak?
Melansir dari kitab Taqrirotus Syadidah halaman 452 sebagai berikut:
حكم الإبرة : تجوز للضرورة و ولكن اختلفوا في ابطالها للصوم على ثلاث اقوال ففي قول : انها تبطل مطلقا لأنها وصلت الى الجوف، وفي قول : انها لا تبطل مطلقا ، لأنها وصلت الى الجوف من غير منفذ مفتوح ، وقول فيه تفصيل – وهو الأصح- : اذا كانت مغذية فتبطل الصوم, واذا كانت غير مغذية فننظر : اذا كان في العروق المجوفة-وهي الأوردة- : فتبطل، واذا كان في العضل – وهي العروق غير المجوفة – فلا تبطل
Pendapat pertama: Membatalkan secara mutlak. Karena sampai ke dalam tubuh.
Pendapat kedua : Tidak membatalkan secara mutlak. Karena sampainya ke dalam tubuh bukan melalui lubang yang terbuka
Pendapat ketiga (dan ini merupakan pendapat yang kuat), diperinci sebagai berikut :
1. Jika suntikan tersebut berisi suplemen, sebagai pengganti makanan atau penambah vitamin, maka membatalkan puasa. Karena ia membawa makanan yang dibutuhkan ke dalam tubuh.
2. Jika tidak mengandung suplemen (hanya berisi obat), maka diperinci :
a. Apabila disuntikkan lewat pembuluh darah maka membatalkan puasa.
b. Apabila disuntikkan lewat urat-urat yang tidak berongga maka tidak membatalkan puasa.
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa pendapat infus dan suntik ‘membatalkan puasa’ lebih mencerminkan sikap berhati-hati (al-ahwath) dalam beragama.
Karena orang sakit adalah salah satu yang diberikan keringanan untuk tidak melaksanakan puasa dan menggantikannya dilain hari.