Inilah Empat Hal yang Perlu Diperhatikan Saat Bertunangan

oleh -dibaca 107 orang
Ilustrasi Pertunangan

Khitbah atau meminang seorang wanita itu dilakukan sebelum akad nikah, yakni seorang pria meminang calon istrinya. Pada umumnya masyarakat memahami khitbah sebagai pernyataan jelas atas sebuah keinginan untuk menikahi calonnya.

Dalam khitbah, pihak laki-laki dapat menyampaikan niatnya kepada pihak perempuan secara langsung atau melalui wali. Penjelasan tersebut sebagaimana disampaikan Syekh Ibnu Qasim dalam Fathul Qarib:

وهي التماس الخاطب من المخطوبة النكاح

Artinya: “Khitbah adalah permintaan laki-laki kepada perempuan untuk menikah.”

Khitbah bisa juga disebut lamaran resmi yang diawali dari pihak pria kepada pihak perempuan, baik secara langsung maupun melalui orang tua atau keluarga. Semua tergantung budaya atau tradisi yang berlaku di tengah-tengah masyarakat. Sehingga hal itu semakin mempertegas niatan lamaran tersebut.

Proses khitbah terkadang menggunakan jasa perantara untuk mengetahui sifat perempuan atau melihatnya tanpa sepengetahuan perempuan itu. Biasanya, dalam tradisi sebagian daerah, calon istri dipersilahkan menyuguhkan minuman untuk calon suami yang menyamar sebagai tamu. Hal ini merujuk pada sahabat Jabir yang melihat calon istrinya dari balik semak:

عَنْ جَابِرٍ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللّٰهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِذَا خَطَبَ أَحَدُكُمْ الْمَرْأَةَ فَإِنْ اسْتَطَاعَ أَنْ يَنْظُرَ مِنْهَا إِلَى مَايَدْعُوهُ إِلَى نِكَاحِهَا فَلْيَفْعَلْ، قَالَ: فَخَطَبْتُ جَارِيَةً مِنْ بَنِيْ سَلِمَةَ فَكُنْتُ أَخْتَبِئُ لَهَا تَحْتَ الْكَرَبِ حَتَّى رَأَيْتُ مِنْهَا مَادَعَانِيْ إِلَى نِكَاحِهَا فَتَزَوَّجْتُهَا. ( رواه أحمد والترميذي وابن ماجه)

BACA JUGA:   Dasar Anjuran dan Lafal Takbiran Idul Fitri, Berikut Teks Arab dan Artinya

Artinya: Dari Jabir bin Abdullah berkata: Rasulullah saw bersabda: Jika seseorang melamar perempuan, maka jika ia mampu melihatnya sehingga ia menginginkan untuk menikahinya maka lakukanlah. Jabir berkata: Kemudian aku melamar perempuan dari Bani Salimah, lalu aku melihat perempuan itu dari balik semak-semak pelepah kurma sehingga aku dapat melihat sesuatu yang menarik untuk menikahinya, kemudian aku menikahinya. (HR. Ahmad, At-Tirmidzi dan Ibnu Majah)

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ قَالَ: كُنْتُ عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَتَاهُ رَجُلٌ فَأَخْبَرَهُ أَنَّهُ تَزَوَّجَ امْرَأَةً مِنْ الْأَنْصَارِ فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللّٰهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَظَرْتَ إِلَيْهَا قَالَ لَا قَالَ فَاذْهَبْ فَانْظُرْ إِلَيْهَا فَإِنَّ فِي أَعْيُنِ الْأَنْصَارِ شَيْئًا. (رواه مسلم والنسائي)

Artinya: Dari Abu Hurairah RA berkata: Seorang laki-laki melamar perempuan dari golongan Anshar, kemudian Rasulullah saw bertanya kepadanya: Apakah engkau telah melihatnya? Ia menjawab: Tidak. Nabi saw mengatakan: Pergilah dan lihatlah ia, karena sungguh terdapat sesuatu dalam pandangan orang-orang Anshar. (HR. Muslim dan an-Nasa’i)

Sebelum menikah memang dianjurkan untuk melihat langsung terlebih dahulu siapa calon suami-istrinya, atau dalam konteks kekinian bisa melihatnya melalui foto sebelum kemudian diacarakan proses lamaran. Namun ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam masa pertunangan, diantaranya adalah:

1. Masa pertunangan tidak berlangsung lama mengingat dalam pertunangan banyak gangguan,dan fitnah yang sewaktu-waktu timbul dari kedua pasangan calon dan kedua belah keluarga.

BACA JUGA:   Do'a Awal Ramadhan Sesuai Sunah yang Dianjurkan Rosulullah SAW

2. Bagi calon suami-istri harus menyadari bahwa statusnya hanya calon, bukan resmi menjadi suami-istri. Bisa jadi pertunangan itu putus disebabkan berbagai macam latar belakang.

3. Selama pertunangan, kedua calon belum sah menjadi suami-istri. Jadi tidak boleh menyentuh, bepergian berdua, dan sejenisnya.

4. Jika memang ada tradisi yang mengharuskan bertunangan, ulama memperbolehkan asalkan tidak keluar dari syariat.

Hikmah dari adanya lamaran adalah agar kedua belah pihak saling mengenal lebih jauh. Sebab, di sana ada kesempatan untuk saling memahami perangai, tabiat, dan adat kebiasaan masing-masing dengan tetap menjaga batas-batas yang diperbolehkan oleh syariat. Keterangan ini sebagaimana dijelaskan oleh Syekh Wahbah Zuhaili dalam al-Fiqhul Islami wa Adillatuhu Jilid IX:

حكمة الخطبة: الخطبة كغيرها من مقدمات الزواج طريق لتعرُّف كل من الخاطبين على الآخر، إذ أنها السبيل إلى دراسة أخلاق الطرفين وطبائعهما وميولهما، ولكن بالقدر المسموح به شرعًا

Artinya: “Hikmah dari khitbah, sebagaimana tahap awal dalam pernikahan merupakan jalan bagi kedua calon mempelai untuk saling mengenal satu sama lain. Melalui khitbah, masing-masing pihak dapat mempelajari karakter, sifat, dan kecenderungan pasangannya. Namun, interaksi dalam masa khitbah tetap dibatasi oleh syariat.”

Perlu dipahami juga bahwa proses khitbah hanya sebuah komitmen atau janji untuk menikah, bukan pernikahan itu sendiri. Pernikahan hanya sah jika dilaksanakan melalui akad nikah yang memenuhi syarat dan rukunnya. Syekh Wahbah Zuhaili dalam al-Fiqhul Islami wa Adillatuhu Jilid IX menjelaskan:

BACA JUGA:   Kiai Fanandri Ulas Pentingnya Jadi Orang Berilmu yang Bermanfaat

الخطبة مجرد وعد بالزواج، وليست زواجاً، فإن الزواج لا يتم إلا بانعقاد العقد المعروف، فيظل كل من الخاطبين أجنبياً عن الآخر، ولا يحل له الاطلاع إلا على المقدار المباح شرعاً وهو الوجه والكفان

Artinya: “Khitbah itu baru sekadar janji pernikahan. Bukan pernikahan. Sebab, pernikahan tak terlaksana kecuali dengan sahnya akad yang sudah maklum. Dengan begitu, laki-laki yang melamar dan perempuan yang dilamar statusnya masih orang lain. Tidak halal bagi si pelamar untuk melihat si perempuan kecuali bagian yang diperbolehkan syariat, yakni wajah dan kedua telapak tangan.”

Dengan demikian, lebih baik bertunangan daripada berpacaran. Karena berpacaran yang dilakukan oleh muda-mudi itu melanggar syariat agama.

Khitbah menjadi solusi tepat bagi siapapun yang akan menikah, sebab memulai dengan proses yang tidak melanggar syariat. Sungguh mustahil menjadi keluarga yang marhumah wa mubarakah (dikasihi dan diberkahi) jika diawali dengan melanggar syariat.

Hal ini menunjukkan bahwa Islam memberikan perhatian besar terhadap keadilan dan kehormatan dalam setiap langkah menuju pernikahan, sehingga tercipta hubungan yang sakral dan penuh berkah.

Demikian urgensi, hikmah, dan konsekuensi khitbah atau melamar sebelum pernikahan. Wallâhu a’lam bisshawab.