Ibu, Pahlawan Sejati yang Jarang Disadari

oleh -dibaca 3377 orang

Sudah tidak asing lagi, pahlawan biasa diistilahkan bagi mereka yang memiliki jasa besar, mulai dari jasa kenegaraan, keilmuan, kekuatan, dan lain-lain.

Dari sekian banyaknya barisan pahlawan, ada satu yang mungkin jarang disadari dan dipedulikan, tiada lain dia adalah ibu, seorang wanita yang berjasa besar bagi masa depan suatu negara, agama, dan segalanya.

“Hanya memberi, tak harap kembali, bagai sang surya menyinari dunia” merupakan penggalan lirik dari sebuah lagu yang berjudul Kasih Ibu Kepada Beta, di tujukan pada sosok Ibu yang selalu menjadi pahlawan keluarga.

Maklum diketahui, dalam struktural keluarga terdapat seorang kepala rumah tangga, yaitu suami. Lantas kenapa titel pahlawan lebih layak dinobatkan kepada istri? Untuk memahaminya, tidak perlu berpikir panjang, realita kehidupan sehari-hari sudah bisa menjawabnya.

Pahlawan Dalam Kacamata Islam

Dikisahkan dari Sahabat Abu Hurairah dalam kitab Sohih Bukhari dan Muslim tentang seseorang laki- laki, dia bertanya:

يَا رَسُولَ اللهِ مَنْ أَحَقُّ النَّاسِ بِحُسْنِ صَحَابَيْ :قَالَ: أَمكَ. قَالَ: ثُمَّ مَنْ قَالَ: أَمُّكَ. قَالَ: ثُمَّ مَنْ قَالَ: أَمُّكَ. قَالَ: ثُمَّ مَنْ قَالَ: أَبُوكَ.

“Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling berhak mendapatkan perlakuan bai dariku? Rasulullah menjawab. “Ibumu. Dia bertanya lagi. “Kemudian siapa?” Rasulullah menjawab. “Ibumu. Dia bertanya sekali lagi. “Kemudian siapa?” Rasulullah menjawab. “Ibumu.” Dia bertanya, “Kemudian siapa?” Rasulullah menjawab, “Ayahmu.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

BACA JUGA:   Kapan Waktu yang Utama untuk Sahur?

Dari hadist di atas bisa ditarik benang merah, bahwa bagi anak laki-laki atau perempuan (yang masih single) harus menghormati dan melayani kedua orang tuanya sepenuh hati, terutama kepada orang tua perempuan.

Abdullah bin Umar pernah ditanya oleh seorang laki-laki yang melaksanakan ibadah Thawaf seraya menggendong ibundanya.

يَا ابْنَ عُمَرَ أَتَرَى أَنِّي جَزَيْتُهَا قَالَ: لَا وَلَا بطلقَةٍ وَاحِدَةٍ وَلَكِنَّكَ أَحْسَنْتَ وَاللهُ يُثِيبُكَ الْقَلِيلِ كَثِيرًا.

“Wahai Ibnu Umar apakah menurutmu aku sudah membalasnya (kebaikan ibunya). Ibnu Umar menjawab. “Tidak, bahkan tidak dengan satu talakan. Tetapi kamu sudah berbuat baik kepadanya dan Allah akan memberi pahala yang banyak atas perbuatan baikmu yang sedikit ini.”

Sangat luar biasa jasa seorang wanita yang akrab dipanggil ibu ini. Ketika ditanya? Kalau memang seorang ibu memiliki jasa yang besar, kenapa ketika seorang gadis yang sudah menikah malah diperintah untuk mentaati suaminya?

Hal itu karena gadis yang sudah menikah tadi kelak ketika sudah memiliki anak akan mendapatkan perlakuan yang sama dari anaknya sesuai kadar ketaatan pada suaminya.

Bentuk Bakti Uwais al-Qarni

Bagi seorang anak, bakti seorang Uwais al-Qarni kepada ibunya layak untuk dijadikan teladan yang baik. Uwais al-Qarni adalah seorang pemuda dari Yaman yang tinggal berdua dengan ibunya yang sudah tua renta, lumpuh dan buta, ayahnya sudah lama meninggal.

la adalah pemuda yang bukan hanya taat beribadah namun juga taat kepada ibunya, apa yang menjadi pinta ibunya, dia pasti akan segera melaksanakannya, salah satunya ketika sang ibu meminta menunaikan haji.

BACA JUGA:   Umur Panjang Barokah Silaturrahmi

Uwais al-Qarni hanyalah pemuda yatim yang miskin, jadi saat ibunya meminta naik haji, pikirannya menjadi kalut karena untuk naik haji membutuhkan perbekalan dan kendaraan, sedangkan unta saja mereka tidak punya.

Namun Uwais al-Qarni tidak ingin mengecewakan ibunya, maka la pun mencari cara untuk mengabulkan permintaan ibunya.

Uwais al-Qarni kemudian membuatkan sebuah kandang di puncak bukit untuk seekor anak lembu miliknya, saat memberi makan dan mengembalikan lembu ke kandang dia menggendong lembu itu naik turun bukit, hal itu dilakukannya setiap hari selama delapan bulan.

Saat musim haji tiba, tubuh Uwais al-Qarni menjadi lebih berotot dan lebih kuat akibat latihannya menggendong lembu naik-turun bukit setiap harinya selama delapan bulan.

Latihan itu bertujuan untuk melatih tubuhnya agar mampu menggendong ibunya selama melakukan perjalanan jauh, kemudian berangkatlah Uwais al-Qarni dan ibunya untuk menunaikan ibadah haji.

Uwais al-Qarni menggendong ibunya yang tua renta itu sambil berjalan kaki selama perjalanan dari Yaman menuju Mekkah, melewati padang pasir yang tandus dan panas.

Perjuangan Uwais al-Qarni

Uwais rela menempuh perjalanan jauh dan sulit, demi memenuhi keinginan ibunya, Uwais berjalan tegap menggendong ibunya tawaf di Ka’bah, bbunya terharu dan bercucuran air mata telah melihat Baitullah.

BACA JUGA:   Silaturrahim Saat Lebaran, Inilah 10 Keutamaannya

Di hadapan Ka’bah, ibu dan anak itu berdoa, “Ya Allah, ampuni semua dosa ibu,” kata Uwais.

“Bagaimana dengan dosamu?” tanya ibunya heran.

Uwais menjawab, “Dengan terampuninya dosa ibu, maka ibu akan masuk surga. Cukuplah ridha dari ibu yang akan membawa aku ke surga.”

Berkat totalitas dan pengorbanannya dalam berkhidmah kepada ibundanya, Rasulullah pernah menceritakan sosok Uwais al-Qarni kepada Sayidina Umar dan Sayidina Ali, meskipun Uwais tidak pernah bertemu dengan Rasulullah lantaran kesibukannya melayani ibundanya.

Rasulullah berpesan kepada mereka. “Jika kamu bisa meminta kepadanya untuk memohonkan ampun (kepada Allah) untukmu, maka lakukanlah!”

Begitulah anugrah yang Allah berikan kepada seorang ibu. Akan tetapi, bukan berarti seorang ibu boleh semena-mena kepada anak-anaknya.

Oleh karenanya, Sayid Muhammad bin Alawi dalam kitabnya Adabul-Islam fi Nidzamil ‘Usrah mensinyalir bahwa salah satu dari perilaku orang tua muslim adalah membantu anak-anaknya untuk berbuat baik kepada mereka, dengan cara mendidik dan bergaul bersama mereka dengan baik.

Sayid Muhammad sangat menyayangkan kejadian yang banyak menimpa para ibu rumah tangga, seperti mendoakan jelek kepada anak.

Jadi, meskipun sudah menjadi pahlawan dengan berbagai pengorbanan, jangan biarkan setetes tinta hitam menodai titel kepahlawanan itu.

Kita semua tahu bahwa pahlawan yang sebenarnya adalah mereka yang selalu lapang dada menghadapi semua perlakuan buruk yang menimpanya.