Hampir di setiap acara Nahdliyin, tahlilan, istighotsahan, rapat dan majelis perkumpulan lainnya sering diakhir bacaan sholawat untuk membubarkan majelis tersebut sebagai tanda berakhirnya acara tersebut.
Hal itu sebetulnya bukan tanpa alasan meskipun banyak juga yang tidak ambil pusing apa hukum, alasan dan hikmah dibacakannya shalawat untuk membubarkan sebuah majelis. Imam Alunawi dalam Kitab Faidlul Qadir jilid 5 halaman 560 mengatakan, hukum membaca sholawat untuk mengakhiri majelis adalah sunah.
فيتأكد ذكر الله ، و الصلاة على رسوله عند إرادة القيام من المجلس ، و تحصل السنة في الذكر و الصلاة بأي لفظ كان ، لكن الأكمل في الذكر ” سبحانك اللهم و بحمدك ، أشهد أن لا إله إلا أنت ، أستغفرك و أتوب إليك ، و في الصلاة على النبي صلى الله عليه وسلم ما في آخر التشهد
“Maka, dianjurkan untuk menyebut nama Allah dan bersholawat atas Rasul-Nya, ketika hendak mengakhiri sebuah majelis, kesunahan tersebut hasil dengan bacaan dzikir dan shalawat dengan lafadz apapun, tetapi yang lebih sempurna adalah bacaan dzikir:
سبحانك اللهم و بحمدك ، أشهد أن لا إله إلا أنت أستغفرك و أتوب إليك.”
Hal ini dikuatkan oleh Syaikh Abu Bakar Syatha dengan hadits Nabi yang disebutkan dalam kitab karyanya I’natut Thalibin jilid 1 halaman 6.
ما جلس قوم فتفرقوا عن غيرالصلاة علي النبي صلي الله عليه وسلم الا تفرقوا عن أنتن من جيفة حمار.
“Tidaklah suatu kaum duduk bersama kemudian mereka berpisah tanpa bersholawat kepada Nabi SAW kecuali mereka berpisah dalam keadaan lebih bau dari bangkai himar.”
Berdasarkan hadits dan penjelasan para ulama, maka sangat dianjurkan setiap kali berpisah dan bubar dari majelis untuk dibacakan shalawat. Dan untuk lebih sempurnanya dibacakan dzikir diatas kemudian diakhir sholawat agar saat berpisah diri kita dalam keadaan diampuni dosa-dosanya berkat keberkahan sholawat. Wallahu a’lam.