Aswaja Benteng Spiritual di Era Materialisme

oleh -dibaca 217 orang
nu-lumajang.or.id
(Sumber Foto:Canva) Ilustrasi

Di era modern yang didominasi oleh materialisme, ketika nilai-nilai kebendaan dan kesenangan duniawi kian mendominasi kehidupan manusia, Aswaja (Ahlussunnah Wal Jamaah) hadir sebagai benteng terakhir yang menjaga keseimbangan spiritualitas dan moralitas umat. Dunia yang sibuk mengejar kekayaan dan kemewahan tampak mulai melupakan makna kehidupan sejati. Dalam arus deras hedonisme dan konsumerisme, manusia sering kali kehilangan arah, terjebak dalam pusaran kesenangan sesaat, hingga terseret jauh dari nilai-nilai luhur yang mengangkat harkat kemanusiaan.

Namun, di tengah gemuruh materialisme yang menggoda, Aswaja berdiri tegak sebagai mercusuar yang menerangi jalan menuju kebahagiaan sejati. Dengan mengusung ajaran yang berakar pada keseimbangan dunia dan akhirat, Aswaja tidak hanya menjadi perisai yang melindungi umat dari godaan duniawi, tetapi juga menjadi pemandu dalam perjalanan spiritual yang sarat makna. Melalui prinsip-prinsip Islam yang kokoh, Aswaja mengajarkan umat agar tidak hanya terpaku pada materi, tetapi juga membangun kehidupan yang penuh dengan keberkahan, keseimbangan, dan kesederhanaan.

Dalam pertarungan antara materi dan spiritual, Aswaja adalah benteng pertahanan terakhir yang siap meneguhkan jiwa umat untuk tetap teguh dalam keyakinan dan tidak hanyut dalam gelombang materialisme yang merusak. Era ini mungkin membawa banyak perubahan, tetapi Aswaja akan selalu menjadi cahaya di tengah kegelapan materialisme modern.

BACA JUGA:   Ajarkan Anak Puasa Pertama Kali? Ini 5 Tips yang Wajib Diketahui

Aswaja (Ahlus Sunnah wal Jamaah) memiliki posisi yang sangat penting di era materialisme modern. Dalam konteks ini, Aswaja berfungsi sebagai benteng spiritual dan moral dalam menghadapi arus materialisme yang cenderung mengabaikan nilai-nilai religius dan spiritual.

Berikut beberapa poin yang menjelaskan posisinya:

1. Penyeimbang Nilai Spiritual dan Material

Aswaja menekankan keseimbangan antara dunia dan akhirat, antara aspek materi dan spiritual. Di tengah modernitas yang cenderung berfokus pada pemenuhan kebutuhan material, Aswaja mengingatkan pentingnya menjaga orientasi pada kehidupan akhirat dan nilai-nilai spiritual.

2. Pelestari Nilai-Nilai Tradisi Islam

Di era globalisasi dan modernisasi, Aswaja berperan melestarikan ajaran-ajaran Islam yang moderat dan sejalan dengan tradisi, termasuk akidah, fikih, dan akhlak. Ini mencegah umat Islam dari pengaruh negatif materialisme yang dapat merusak moral dan etika sosial.

3. Penolak Konsumerisme Berlebihan

Materialisme modern sering kali mendorong gaya hidup konsumtif yang berlebihan. Aswaja, melalui prinsip-prinsip Islam, mengajarkan sikap qana’ah (merasa cukup) dan tidak berlebih-lebihan dalam urusan dunia, sehingga umat dapat hidup dengan lebih sederhana dan terhindar dari dampak negatif konsumsi yang tak terkendali.

BACA JUGA:   Bukan Resolusi Qital, Tapi Resolusi Jihad
4. Pembangun Kesadaran Sosial

Aswaja menekankan pentingnya solidaritas sosial, zakat, sedekah, dan membantu sesama, yang menjadi jawaban atas ketimpangan sosial yang diperparah oleh materialisme. Aswaja juga mengingatkan umat agar tidak hanya mengejar kekayaan individu, tetapi juga berkontribusi pada kesejahteraan bersama.

5. Perlindungan dari Krisis Identitas

Materialisme sering kali membawa krisis identitas di kalangan umat Islam, karena menggeser nilai-nilai agama menjadi nilai-nilai materi. Aswaja membantu menjaga identitas umat Islam dengan menekankan pentingnya akidah, ibadah, dan akhlak dalam menjalani kehidupan modern.

Dengan demikian, Aswaja menjadi pemandu yang mengarahkan umat untuk tetap berpegang pada prinsip-prinsip agama di tengah tantangan materialisme modern, agar tidak terjebak dalam budaya yang hanya mementingkan aspek duniawi.

Aswaja adalah benteng kokoh yang menjaga jiwa umat agar tidak tenggelam dalam gemerlap materialisme modern. Di tengah dunia yang terus berubah, Aswaja tetap menjadi panduan sejati, mengarahkan umat pada keseimbangan spiritual dan kebahagiaan sejati yang melampaui batasan materi.

BACA JUGA:   Aswaja Pilar Kedamaian dan Ketentraman Bangsa

Ditulis Oleh: Dr. Abdul Wadud Nafis, LC., MEI

Daftar Pustaka:

1. Al-Qaradawi, Yusuf. Islamic Awakening Between Rejection and Extremism. Herndon: International Institute of Islamic Thought, 1991.

2. Rahman, Fazlur. Islam and Modernity: Transformation of an Intellectual Tradition. Chicago: University of Chicago Press, 1982.

3. Nasr, Seyyed Hossein. Islamic Spirituality: Foundations. New York: Crossroad, 1987.

4. Madjid, Nurcholish. Islam, Kemodernan, dan Keindonesiaan. Bandung: Mizan, 2000.

5. Asad, Muhammad. The Message of the Qur’an. Gibraltar: Dar al-Andalus, 1980.

6. Abduh, Muhammad. Risalah at-Tauhid. Kairo: Al-Manar, 1897.

7. Sachedina, Abdulaziz. Islamic Roots of Democratic Pluralism. Oxford: Oxford University Press, 2001.

8. Zuhri, Saifuddin. Sejarah Kebangkitan Islam dan Peran Aswaja. Jakarta: Balai Pustaka, 2014.

9. Rahardjo, Dawam. Ensiklopedi Al-Quran: Tafsir Sosial Berdasarkan Konsep-konsep Kunci. Jakarta: Paramadina, 1996.

10. Al-Ghazali, Abu Hamid. Ihya Ulumuddin. Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1997.