Biografi Singkat Kiai Anas Mahfuzh, Sosok Pembina Kader Ulama

oleh -dibaca 107 orang
Kiai Anas Mahfuzh

Berbagai kegiatan dalam rangka peringatan Hari Lahir (Harlah) Jam’iyyah Nahdlatul Ulama (NU) dilakukan oleh Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) di berbagai daerah. Termasuk PCNU Lumajang yang melaksanakan Ziarah Muassis NU pada Rabu (15/01/2025).

Dalam kegiatan tersebut, dibacakan tulisan singkat biografi Muassis NU Lumajang KH Anas Mahfuzh yang ditulis Wakil Rais PCNU Lumajang KH Ahmad Hanif yang membacakan langsung biografi tersebut, berikut kutipannya.

Di dalam buku “Gugurnya Kapten Kiai Ilyas” disebutkan, PCNU Lumajang didirikan beriringan dengan Mu’tamar NU ke-24 di Banyuwangi, tepatnya pada 8 Muharram 1353 Hijriyah atau 23 April 1934 Masehi.

Berdasarkan yang kita baca, sekian banyak Muassis NU Lumajang yang paling menonjol perannya adalah KH Anas Mahfuzh bin Zain.

Berperawakan kurus tinggi, berhidung mancung dengan sorot mata tajam namun teduh, mengingatkan kita kepada ciri-ciri fisik imam agung Asy Syafi’i RA, itulah sosok Kiai Haji Anas Mahfuzh, seorang ulama yang dikenal faqih (ahli fiqih), pendiam lagi penyantun yang memiliki pengaruh besar dan turut bertanggung jawab terhadap kaderisasi ulama dan pejuang-pejuang Islam di daerah Lumajang.

Tidak mengherankan apabila banyak tokoh ulama sering menyebutnya sebagai soko guru para kiai di Kabupaten Lumajang.

Keluarga Terpandang

Nama lengkapnya Anas Mahfuzh bin Zen bin Idris yang lahir di Lumajang pada tahun 1328 H/1907 M. Garis silsilah keluarga beliau keatas bertemu dengan Syarif Hidayatullah, Sesuhunan di Gunung Jati, atau yang masyhur disebut Sunan Gunung Jati, salah seorang dari sembilan wali agung Tanah Jawa yang terkemuka.

Ayahanda beliau KH. Zen bin Idris adalah seorang pendatang yang hijrah dari daerah Pasuruan ke Lumajang. Mula-mula Kiai Zen bekerja sebagai seorang buruh tani yang bertugas menggarap dan menjaga sawah milik beberapa orang petani.

Lambat laun, atas kerja keras dan ketekunannya, beliau menjadi seorang petani sukses di masanya, sampai-sampai di seantero Lumajang beliau terkenal sebagai salah seorang yang terkaya bersama salah seorang pengusaha keturunan Cina yang menguasai perdagangan kala itu.

Murid Utama Hadratusy Syaikh Hasyim Asy’ari

Dari latar belakang keluarga yang berkecukupan inilah Kiai Anas Mahfuzh, sulung dari 12 bersaudara, menempuh pendidikannya. Dimulai dari belajar agama kepada orang tuanya sendiri Kiai Zen, lalu beliau meneruskan pelajarannya kepada pamandanya, KH Ghozali bin Abror Gambiran, salah seorang ulama kharismatik pada masa itu.

BACA JUGA:   Tutup Usia, Inilah Profil dan Perjuangan KH Mahrus Ali

Tidak puas belajar di tempat tinggalnya, beliau nyantri di Pondok Pesantren Tremas Pacitan, kemudian meneruskan studinya ke pondok pesantren Tebu Ireng asuhan Hadratus Syekh KH. Hasyim Asy’ari pendiri Jam’iyyah Nahdlatul Ulama. Di sini beliau mendapat pujian dari Hadaratus Syekh sebagai salah seorang santri yang masuk kategori alim.

Terkadang di saat Hadratusy Syekh sedang
berhalangan, Kiai Anas Mahfuzh didaulat menjadi badal menggantikan Hadratus Syekh mengajar santri-santri mengaji weton.

Dari pesantren Tebuireng Jombang beliau meneruskan pengajiannya ke pondok pesantren Jamsaren Solo yang pada waktu itu tersohor sebagai pesantren yang memperkenalkan pemikiran-pemikiran modern.

Kemudian beliau melanjutkan petualangannya sampai ke Mekkah. Di tanah suci beliau bermukim cukup lama sampai marak perselisihan politik antara para penyokong Wahabisme dan Kaum Tradisionalis Sunni yang berujung kepada banyaknya penangkapan dan pengusiran para politisi dan ulama-ulama Sunni yang tidak sepaham dengan ajaran dan semangat pembaharuan Kaum Wahabi yang didukung kekuatan militer Ibnu Su’ud dukungan Inggris, yang berhasil merebut hijaz pada tahun 1924 M. dan kemudian berhasil mendirikan kerajaan Saudi Arabia pada tahun 1936 M.

Membina Kader Ulama

Selepas dari Tebu Ireng, dua tahun setelah Jam’iyyah Nahdlatul Ulama didirikan, tepatnya pada tahun 1928 M. Kiai anas Mahfuzh merintis Madrasah Nurul Islam.

Sebagai salah seorang murid KH Hasyim Asy’ari yang telah dinyatakan syahadah keilmuannya mula-mula masyarakat bersepakat untuk mendirikan pondok pesantren untuk beliau mengajar. Tetapi beliau kurang berkenan dan lebih senang mengasuh madrasah.

Menurut beliau sistem klasikal madrasah yang mulai diperkenalkan sebagai sistem pendidikan baru kala itu lebih cepat mencetak kader-kader ulama dan tenaga pengajar yang bisa segera disebar ke pelosok-pelosok daerah.

Disini dapat diketahui bahwa Kiai Anas Mahfuzh adalah salah seorang ulama yang berpikiran maju dan peduli terhadap perubahan, meski beliau senantiasa memberi semangat kepada kiai-kiai yang lain untuk tetap terus melestarikan pendidikan pesantren yang sudah ada.

BACA JUGA:   Biografi Habib Sholeh Tanggul, Ulama Dermawan dan Banyak Karomahnya

Pilihan beliau untuk mencetak kader lewat sistem pendidikan madrasah ini sangat berhasil, ini terbukti dengan banyaknya alumni Madrasah Nurul Islam yang kelak di kemudian hari menjadi para ulama dan penggerak Islam di seluruh Kabupaten Lumajang. Diantara alumninya antara lain KH Barizi, KH Khudlori, KH Anshori, KH Baichuni, KH Usman, KH Sami’an, KH Nawawi, KH Amak Fadioli, KH Halimi, KH Basuni, Nyai Hajah Sa’idah dan lainnya.

Tidak berhenti disitu, cita-cita KH Anas Mahfuzh untuk mencetak kader itu juga beliau kemukakan kepada beberapa murid dan tokoh-tokoh utama yang lain agar mendirikan cabang-cabang Madrasah Nurul Islam di daerahnya masing-masing.

Alhasil, banyak diantara para ulama yang menindaklanjuti seruan beliau untuk mendirikan madrasah di lingkungannya. Diantara cabang Madrasah Nurul Islam itu terdapat di daerah Srebet yang didirikan KH Mahfuzh Srebet dan juga di Bades Pasirian didirikan KH Thohir Arifin.

Figur Penyemangat Perjuangan

Di masa sulit saat bangsa Indonesia berjuang mengusir penjajah Belanda, sosok dan kepribadian KH Anas Mahfuzh merupakan figur pengayom dan pendorong semangat perjuangan para mujahid yang bertempur di medan perang. Diketahui bahwa pendirian pasukan Hizbullah dan Sabilillah di Lumajang juga tidak luput dari peran penting beliau.

Dikisahkan bahwa setelah Belanda menduduki Lumajang sejak saat itu pula Kiai Mahfuzh berhijrah dan bahu-membahu dengan para pejuang dan berpindah-pindah tempat dengan terus memberikan suntikan semangat kepada para gerilyawan.

Kegiatan para ulama dan muslimat di saat revolusi kemerdekaan benar-benar sangat vital. Pada saat itu juga para ulama bersama para pejuang membentuk Markas Oelama Djawa Timur (MODT) di bawah pimpinan KH Anas Mahfuzh dengan anggota-anggotanya Kiai Faqih Gambiran, Kiai Wiryasari, Kiai Madani, Kiai Masrap Kunir dan lain-lain.

Organisasi ulama ini bertugas memberikan suntikan semangat dan daya juang membela Negara. Sedang muslimat pada waktu itu dibawah pimpinan Nyai
Sa’idah, yang kemudian diperistri KH Anas Mahfuzh, dengan tugas utama menyokong logistik dan dapur pejuang.

Kiai Kharismatik dan Organisator yang Piawai

Sebagai salah seorang murid Hadratus Syekh Hasyim Asy’ari, pada tahun 1934 bertepatan dengan Muktamar NU ke-24 di Banyuwangi, bersama-sama para kiai yang lain KH Anas mahfuzh mendirikan NU Cabang Lumajang yang peresmiannya kala itu dibuka langsung oleh Rais Akbar Hadratus Syekh Hasyim Asy’ari dan Katib Syuriah KH Wahab Hasbullah.

BACA JUGA:   Gus Darwis: Kuatkan Iman dan Islam dengan Ilmu

Pengurus periode pertama NU saat itu, Rais Syuriah dipegang KH Ghozali Gambiran dengan Ketua Tanfizh ayahanda KH Anas Mahfuzh yakni KH Zen bin Idris, sedang KH Anas Mahfuzh menjabat sebagai sekretaris cabangnya. Pada periode ke-2 KH Anas Mahfuzh naik menjadi Ketua Tanfidziyah hingga pada periode ke-3 sejak tahun 1950
sampai akhir periode ke-12 tahun 1984 beliau dipercaya penuh menempati kedudukan Rois Syuriah NU selama 34 tahun.

Pada saat kebanyakan para kiai cenderung menjaga jarak terhadap kekuasaan KH Anas Mahfuzh menempatkan diri sebagai aktor politik yang terlibat langsung bersinergi dengan penguasa yang senantiasa mampu mewarnai dan meluruskan keadaan. Pada pemilihan umum pertama kali pada tahun 1955 beliau terpilih menjadi anggota Konstituante (MPR) sampai pada akhimya dibubarkan oleh Presiden Soekamo pada tahun 1959.

Beliau juga menjabat sebagai Ketua Pengadilan agama Lumajang sampai beberapa tahun lamanya, bahkan ketika itu kantor Pengadilan Agama Lumajang
menempati rumah tinggalnya di Jalan Alun-alun Timur Lumajang.

Di bidang pendidikan, selain mempelopori sistem pendidikan klasikal madrasi, beliau juga pernah menjabat Dekan Fakultas Syari’ah IAIN Sunan Ampel Cabang Lumajang yang dirintis oleh KH Amak Fadloli yang notabene adalah kemenakan dan alumnus Madrasah Nurul Islam. Sebelum akhirnya pada tahun 1975 Fakultas Syari’ah IAIN Sunan Ampel Cabang Lumajang itu dibubarkan.

Berpulang ke Rahmatullah

Pada tahun 1989, Allah yarham almaghfurlah KH Anas Mahfuzh kembali keharibaan-Nya. Ratusan ribu pentakziah dari dalam dan luar kota Lumajang membanjiri Alun-alun Lumajang bagai air bah menghantar kepergiannya.

Saksi mata yang pada waktu itu menyaksikan iring-iringan jenazah melihat keranda jenazahnya berjalan di atas kepala para pentakziah seakan tanpa dipikul karena saking banyaknya orang yang menyangga silih berganti sampai ke pemakaman. Beliau dikebumikan di pemakaman umum Jogoyudan Lumajang.