Hari Asyura, Memilih Sedih atau Bahagia?

oleh -dibaca 2447 orang

Hari Asyura memiliki sejarah panjang, diantaranya adalah diterimanya taubat Nabi Adam AS dan diselamatkannya Nabi Musa AS bersama kaum Bani Israil dari kejaran Fir’aun dan bala tentaranya.

Kisah dan peristiwa bersejarah banyak terjadi di Hari Asyura. Sebagaimana disebutkan oleh Imam al-Ghazali dalam Kitab Mukasyafat al-Qulub berikut:

1. Allah SWT menciptakan Nabi Adam,

2. Nabi Adam dimasukkan ke dalam surga-Nya,

3. Diterimanya taubat Nabi Adam,

4. Allah SWT menciptakan ‘Arsy, Kursy, langit, bumi, rembulan, dan bintang-bintang,

5. Dilahirkannya Nabi Ibrahim,

6. Allah SWT menyelamatkan Nabi Ibrahim dari kobaran api,

7. Kemenangan Nabi Musa dan kaumnya, serta tenggelamnya Fir’aun dan bala tentaranya,

8. Dilahirkannya Nabi Isa dan diangkat ke langit,

9. Diangkatnya Nabi Idris di tempat yang luhur,

10. Berlabuhnya perahu Nabi Nuh diatas bukit,

11. Nabi Sulaiman mendapatkan kerajaan yang agung,

12. Dikeluarkannya Nabi Yunus dari perut ikan besar,

13. Dikembalikannya penglihatan Nabi Ya’qub,

14. Dikeluarkannya Nabi Yusuf dari lubang sumur kosong,

15. Hilangnya kesulitan Nabi Ayyub, dan

16. Hujan yang pertama kali turun dari langit ke bumi.

Atas kebahagiaan tersebut, Nabi Muhammad SAW meluapkan kebahagiaannya di antaranya dengan cara berpuasa. Sebagian ulama mengatakan:

BACA JUGA:   Kiai Musleh Adnan: Mati itu Pasti tanpa Menunggu Sebab

“Barangsiapa yang berbahagia atas terselamatkannya Nabi Musa dari musuh-musuh, maka dia adalah orang yang benar. Karena para Nabi dan Rasul diberi keselamatan pada hari tersebut.”

Adapun cara Rasulullah SAW mengisi peringatan keselamatan Nabi Musa dari Fir’aun tercatat pada hadits berikut:

قَدِمَ النَّبِيُّ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ المَدِينَةَ، فَرَأَى الْيَهُوْدَ تَصُومُ يَوْمَ عَاشُوْرَاءَ، فَقَالَ: «مَا هٰذَا؟»، قَالُوْا: هٰذَا يَوْمٌ صَالِحٌ هٰذَا يَوْمٌ نَجَّى اللّٰهُ بَنِيْ إِسْرَائِيْلَ مِنْ عَدُوِّهِمْ، فَصَامَهُ مُوْسٰى، قَالَ: «فَأَنَا أَحَقُّ بِمُوْسٰى مِنْكُمْ»، فَصَامَهُ، وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ

Artinya: “Nabi Muhammad SAW datang ke kota Madinah. Beliau kemudian melihat orang Yahudi puasa pada hari Asyura. Lalu Rasulullah bertanya: ‘Ada kegiatan apa ini?’ Para sahabat menjawab: ‘Hari ini adalah hari baik yaitu hari di mana Allah menyelamatkan Bani Israil dari musuh mereka kemudian Nabi Musa melakukan puasa atas tersebut.’ Rasulullah lalu mengatakan: ‘Saya lebih berhak dengan Musa daripada kalian.’ Nabi kemudian berpuasa untuk Asyura tersebut dan menyuruh pada sahabat menjalankannya.” (HR Bukhari).

Di sisi lain, hari Asyura atau 10 Muharram ini terdapat kejadian yang memilukan dan menyedihkan yaitu terbunuhnya Sayyidina Husain RA, cucu Nabi Muhammad SAW yang kepalanya dipenggal oleh musuh-musuhnya pada hari itu.

BACA JUGA:   Ibu, Pahlawan Sejati yang Jarang Disadari

Karena itu, bersedih hati pada hari Asyura atas meninggalnya Sayyidina Husain juga memiliki relevansi dari sisi sejarah, bahkan berhubungan dengan kecintaan pada Rasulullah SAW. Justru yang berbahaya adalah ketika ada orang yang berbahagia atas wafatnya Sayyidina Husain dan bersedih atas terselamatkannya para nabi.

Berdasarkan dengan tanggal 12 Rabiul Awal yang merupakan hari lahir sekaligus hari wafatnya Baginda Rasulullah SAW. Pada tanggal itu, kita semua merayakan hari lahirnya beliau, dan bukan karena merayakan hari wafatnya Rasulullah SAW. Maka menurut tarekat Bani Alawi, lebih dianjurkan berbahagia pada hari itu karena kebahagiaan mengalahkan kesusahan.

Oleh karena itu, kita diajarkan Rasulullah SAW jika dalam sehari kita mendapatkan kebahagiaan dan kesusahan maka kita lebih didorong untuk mengingat kebahagiaan.

Di Tarim, ada sebuah tempat yang dikenal sebagai pekuburan seribu wali. Wali Quthubnya ada 80 orang. Berapa wali yang meninggal di tanggal dan bulan yang sama? Bila setahun ada 365 hari, maka niscaya hari-hari kita bakal penuh dengan ratapan kesedihan daripada kegembiraan.

BACA JUGA:   Inilah Dua Keutamaan bagi Orang yang Berbagi Takjil Buka Puasa

Andai seseorang berbahagia pada hari Senin, ketahuilah al-Faqih al-Muqaddam Muhammad bin Alwi Ba Alawi wafat di hari itu. Selasa adalah meninggalnya Syekh Abdul Qadir al-Jilani, dan Rabu merupakan hari wafatnya Imam ad-Dasuqi. Apabila seperti ini, kita akan selalu mengalami kebingungan, tidak akan pernah merasakan kesenangan. Apalagi wafatnya para nabi yang jumlahnya 124 ribu yang tentu akan amat merepotkan.

Orang mulia yang meninggal secara tragis tidak hanya Sayyidina Husain. Banyak pula nabi yang wafat dalam keadaan terbunuh. Seperti Nabi Zakariya meninggal terbunuh, bahkan Nabi Yahya meninggal setelah kepalanya dipenggal menjadi dua.

Sangatlah wajar bila sejarah meninggalnya Sayyidina Husain menyisakan bekas kesedihan. Namun di sana terselip kebanggaan karena beliau meninggal dalam keadaan syahid. Beliau menutup masa hidupnya dalam kondisi membela kebenaran sampai titik darah terakhir, sehingga sejarah itu memuat pelajaran-pelajaran berharga. Peristiwa-peristiwa buruk penting untuk diingat, bukan untuk memelihara dendam, melainkan agar tak terulang.

Sebab, pada hari Asyura itu merupakan berkumpulnya peristiwa sedih dan bahagia, maka seseorang dianjurkan untuk mengutamakan kebahagiaan, tanpa mengurangi sedikit pun penghormatan pada Sayyidina Husain.