Bari’an, Tradisi Masyarakat Syukuri Hari Kemerdekaan Indonesia

oleh -dibaca 17 orang

Bari’an adalah sebuah tradisi yang diadakan pada malam 17 Agustus untuk memperingati Hari Kemerdekaan Republik Indonesia. Meskipun tidak seterkenal acara resmi seperti upacara bendera dan perlombaan 17-an, Bari’an memiliki arti khusus bagi masyarakat yang merayakannya.

Dalam bahasa Arab, Bari’an berarti kebebasan. Bari’an biasanya dilaksanakan di beberapa daerah di Indonesia, terutama di pedesaan. Tradisi ini dimulai malam hari pada tanggal 16 Agustus dan berlangsung hingga dini hari tanggal 17 Agustus.

Bari’an adalah bentuk syukuran dan penghormatan kepada para pahlawan yang telah berjuang untuk kemerdekaan Indonesia. Dalam acara ini, masyarakat biasanya menggelar doa bersama, makan makanan tradisional, dan mengenang perjuangan pahlawan.

Keindahan dari tradisi Bari’an terletak pada kebersamaan yang tercipta di dalamnya. Kegiatan ini mengajak seluruh warga, dari anak-anak hingga orang tua untuk berkumpul dan merayakan bersama. Dalam kebersamaan ini, terjalin ikatan yang lebih kuat antar masyarakat, serta diwariskan nilai-nilai patriotisme kepada generasi muda.

BACA JUGA:   Strategi Menanamkan Nilai-nilai Aswaja pada Generasi Muda di Era AI 

Dalam tradisi Bari’an sendiri, ada beberapa hal yang bisa di jadikan sebagai pertimbangan terkait hukum pelaksanaannya.

Pertama, sebagai sarana tolak balak sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW:

إن الصدقة لتطفئ غضب الرب وتدفع ميتة السوء

Artinya: ‘’Sesungguhnya sedekah itu meredamkan kemurkaan Tuhan dan menolak kematian yang buruk.‘’ (HR at-Tirmidzi)

Kedua, sarana bersyukur atas nikmat Allah SWT, di dalam Al-Qur’an disebutkan:

لَىِٕنْ شَكَرْتُمْ لَاَزِيْدَنَّكُمْ وَلَىِٕنْ كَفَرْتُمْ اِنَّ عَذَابِيْ لَشَدِيْدٌ

Artinya: “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), sesungguhnya azab-Ku benar-benar sangat keras.” (QS Ibrahim : 7)

Ketiga, sebagai bentuk mewarisi tradisi nenek moyang sebagaimana keterangan dalam Ahkamul Fuqaha NU,

BACA JUGA:   Aswaja Pilar Kedamaian dan Ketentraman Bangsa

“Orang yang pertama meminta perlidungan kepada jin adalah kaum dari Bani Hanifah di Yaman, kemudian hal tersebut menyebar di Arab, setelah Islam datang maka perlindungan kepada Allah SWT menggantikan perlidungan kepada Jin.”

Maka tradisi Bari’an ini adalah suatu kebudayaan yang di dalamnya terkandung nilai-nilai kebaikan, sehingga perlu di lestarikan keberadaannya.

Karena ini adalah sebuah tradisi dan bukan ibadah mahdhah (murni), maka kearifan diperlukan untuk menyikapinya. Tiga hal paling penting sebagai prinsip untuk dijadikan acuan. Pertama, akidah yakni nilai keyakinan atas limpahan nikmat yang diberikan oleh Allah SWT. Kedua, dilakukan dengan tujuan mengharap ridha Allah SWT. Ketiga, akhlakul karimah yang ada pada nilai penghargaan kepada para pahlawan pejuang kemerdekaan yang gugur dalam memerdekakan bangsa ini.

BACA JUGA:   Nahdlatul Ulama dalam Pangkuan Jagat Bumi

Namun, di masa kini, pelaksanaan Bari’an menghadapi tantangan yang cukup berat terutama dalam hal menjaga tradisi agar tetap relevan di era modern. Meskipun demikian, dengan pencermatan dan penyesuaian, Bari’an tetap dapat dipertahankan sebagai salah satu bentuk apresiasi terhadap sejarah dan kebudayaan bangsa.

Dengan memahami dan merayakan tradisi Bari’an, kita dapat menghidupkan kembali semangat perjuangan yang diwariskan oleh para pahlawan serta meningkatkan rasa kebanggaan sebagai bangsa Indonesia. Semoga tradisi ini terus hidup dan menjadi bagian dari peringatan Hari Kemerdekaan RI dalam tahun-tahun mendatang.