Bagaimana Hutang Puasa Orang Meninggal? Berikut Tata Cara Menggantinya

oleh -dibaca 357 orang

Mendekati bulan Ramadhan, kita dianjurkan untuk segera mengganti atau mengqadha puasa Ramadhan tahun lalu yang tidak dilaksanakan atau ditinggalkan.

Ulama bersepakat bahwa hutang puasa orang yang sudah meninggal dunia pun harus diqadha (diganti). Sebab, seseorang yang tidak berpuasa karena adanya udzur ataupun tidak, ia tetap berkewajiban mengganti puasa tersebut pada hari yang lain. Tetapi ulama berbeda pendapat perihal tata cara mengganti atau mengqadha hutang puasa orang yang telah meninggal dunia.

Sebagian ulama mengatakan bahwa hutang puasa orang yang telah meninggal dunia dapat dibayar dengan fidyah atau sedekah makanan pokok sebanyak satu mud atau bobot seberat 675 gram/6,75 ons beras.

Namun, hal demikian harus dipertimbangkan terlebih dahulu. Apabila seseorang yang meninggal tersebut meninggalkan puasa karena adanya udzur hingga ia wafat maka gugurlah kewajiban tersebut baginya, dan apabila seseorang yang meninggal tersebut meninggalkan puasa tanpa adanya udzur hingga ia wafat maka harus membayar dengan fidyah (Kitab Al-Muhadzdzab pada Al-Majmu’ Syarhul Muhadzdzab karya Syekh Abu Ishaq As-Syairazi).

BACA JUGA:   Tata Cara Shalat Idul Fitri, Lengkap dengan Niat dan Bacaan di Sela-sela Takbir

Sementara, ada perbedaan ulama lain bahwa hutang puasa orang yang telah meninggal dunia dapat dibayar dengan melaksanakan puasa oleh wali atau ahli waris almarhum. Hutang puasa itu dibayar dengan pelaksanaan puasa oleh keluarganya yang masih hidup.

Mereka berpendapat bahwa hutang puasa seseorang yang telah meninggal dapat dibayarkan dengan puasa oleh ahli warisnya atau orang yang dikuasakan oleh ahli warisnya yang masih hidup. Pendapat tersebut didasarkan pada hadits riwayat Aisyah RA, bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda:

من مات وعليه صيام صام عنه وليه

Artinya: Barang siapa yang wafat dan ia memiliki hutang puasa, maka wajib bagi walinya (keluarganya) untuk memuasakannya.

Dalam madzhab Syafi’i, Hambali dan Hanafi mengambil pendapat dengan membayar fidyah sebanyak satu mud makanan pokok untuk mengatasi hutang puasa orang yang telah meninggal dunia. Berbeda halnya dengan pendapat madzhab Maliki yaitu berpendapat tanpa menggantinya dengan puasa ataupun membayar fidyah (Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam Bulughul Maram, halaman 142).

BACA JUGA:   Keutamaan dan Tata Cara I'tikaf di 10 Terakhir Ramadhan

Pendapat shahih yang ditetapkan dalam kitab Al-Umm karya Imam Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i yakni mengambil pendapat yang pertama. Dalil atas pendapat ini adalah hadits riwayat Ibnu Umar RA, bahwa Rasulullah SAW bersabda:

من مات وعليه صيام فليطعم عنه مكان كل يوم مسكين

Artinya: Siapa saja yang wafat dan ia mempunyai hutang puasa, hendaklah orang miskin diberi makan pada setiap hari hutang puasanya.

Puasa adalah ibadah yang tidak dapat digantikan pada saat orang hidup, maka ia tidak digantikan setelah matinya seperti ibadah shalat.

Kedua pendapat ini dilaksanakan karena masing-masing didukung oleh dalil yang kuat, akan tetapi madzhab Syafi’i memilih pendapat yang paling kuat dari keduanya.

BACA JUGA:   Tidur Sepanjang Hari, Apakah Puasanya Sah?

Wallâhu a’lam bisshawab