Inilah 3 Hikmah Disunnahkannya Puasa Tasu’a

oleh -dibaca 3707 orang

Bulan Muharram adalah bulan istimewa bagi umat Islam. Sebab, pada tanggal 10 Muharram 1446 H (Selasa, 16 Juli 2024 M) yang dikenal dengan hari Asyura disunnahkan berpuasa.

Selain hari Asyura, juga disunnahkan berpuasa pada hari Tasu’a atau tanggal 9 Muharram. Kesunnahan ini telah menjadi kesepakatan ulama sebagaimana hadits berikut:

عَنْ عَبْدِ اللّٰهِ بْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللّٰهُ عَنْهُمَا، يَقُوْلُ: حِيْنَ صَامَ رَسُولُ اللّٰهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ عَاشُوْرَاءَ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ، قَالُوْا: يَا رَسُوْلَ اللّٰهِ إِنَّهُ يَوْمٌ تُعَظِّمُهُ الْيَهُوْدُ وَالنَّصَارَى، فَقَالَ رَسُوْلُ اللّٰهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «فَإِذَا كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلُ إِنْ شَاءَ اللّٰهُ صُمْنَا الْيَوْمَ التَّاسِعَ» قَالَ: فَلَمْ يَأْتِ الْعَامُ الْمُقْبِلُ، حَتَّى تُوُفِّيَ رَسُوْلُ اللّٰهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

Artinya: “Dari Abdullah Ibnu Abbas RA berkata: ’Ketika Rasulullah SAW ‎berpuasa pada hari Asyura dan menyuruh para sahabat juga berpuasa,’ mereka ‎bertanya: ‘Wahai Rasulullah, hari Asyura itu adalah hari yang diagungkan oleh orang-orang ‎Yahudi dan Nasrani.’ Kemudian Rasulullah SAW bersabda: ‘Kalau demikian, Insya Allah tahun depan ‎kita berpuasa juga pada hari yang kesembilan.’ Abdullah Ibnu Abbas melanjutkan ceritanya: ‘Tetapi ‎sebelum datang tahun depan yang dimaksud, Rasulullah SAW telah wafat.’” [HR Muslim, Nomor Hadits 1134).

BACA JUGA:   Apa Bedanya Maulid dengan Maulud? Berikut Penjelasannya

Berkaitan dengan disunnahkannya puasa Tasu’a, Imam An-Nawawi dalam kitab Majmu’ Syarah Muhadzab mengatakan ada 3 hikmah berpuasa di hari Tasu’a. Berikut penjelasannya:

1. Untuk membedakan dengan kaum Yahudi yang hanya puasa Asyura saja. Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan Imam Ahmad bin Hambal dari Ibnu Abbas.

قَالَ رَسُوْلُ اللّٰهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: صُوْمُوْا يَوْمَ عَاشُورَاءَ وَخَالِفُوا الْيَهُوْدَ وَصُوْمُوْا قَبْلَهُ يَوْمًا وَبَعْدَهُ يَوْمًا

Artinya: “Rasulullah SAW bersabda: ‘Berpuasalah kalian pada hari Asyura, dan selisihilah orang-orang Yahudi, berpuasalah kalian sebelumnya atau sesudahnya.”

Oleh para ulama, hadits tersebut dipahami untuk membedakan amaliah kaum Yahudi yang hanya puasa pada tanggal 10 Muharram atau Asyura saja. Sehingga disunnahkan juga melakukan puasa pada hari sebelumnya yakni puasa tanggal 9 Muharram atau Tasu’a. Atau jika tidak puasa pada tanggal 9, disunnahkan puasa pada hari setelahnya yakni tanggal 11 Muharram. Atau bahkan puasa 3 hari yakni tanggal 9, 10, dan 11 Muharram. Namun demikian, tidak menjadi masalah hanya puasa Asyura saja.

BACA JUGA:   Gus Abdul Rouf: Pemuda Milenial adalah Pondasi Kekokohan Agama, Kemajuan Bangsa dan Negara

Berikut dijelaskan oleh Syekh Zainuddin al-Malibari dalam Fathul Mu’in-nya:

 والحكمة: مخالفة اليهود، ومن ثم سن لمن لم يصمه: صوم الحادي عشر، بل إن صامه، لخبر فيه. وفي الام: لا بأس أن يفرده

Artinya: “Hikmah puasa Tasu‘a adalah menyelisihi amaliah Yahudi. Dari sini kemudian muncul anjuran puasa hari 11 Muharram bagi mereka yang tidak berpuasa Tasu‘a. Puasa 11 Muharram tetap dianjurkan meski mereka sudah berpuasa Tasu‘a sesuai hadits Nabi SAW (hadits di atas). Imam Syafi’i dalam kitab al-Umm mengatakan: ‘Tidak masalah hanya puasa Asyura saja.’”

2. Menyambung puasa hari Asyura dengan puasa di hari lain. Seperti dilarangnya puasa satu hari, hari Jum’at saja tanpa menyambung dengan hari sebelum atau sesudahnya. Penjelasan ini disampaikan oleh Al-Khatabi dan ulama-ulama lainnya.

BACA JUGA:   Sambut Lailatul Qadar, Inilah 4 Amalan yang Dianjurkan

3. Sikap kehati-hatian dalam melaksanakan puasa Asyura karena bisa jadi hilalnya masih rendah dan terjadinya kesalahan dalam menetapkan tanggal 9 dalam hitungannya yang kenyataan sebenarnya adalah tanggal 10 Muharram atau hari Asyura.

Adapun pelafalan niat puasa Tasu’a yaitu sebagai berikut:

نَوَيْتُ صَوْمَ تَاسُوْعَاءَ لِلّٰهِ تَعَالَى

Artinya: “Saya niat puasa Tasu’a karena Allah Ta’ala.”

Wallâhu a’lam bisshawab